Eeasy Reads

Rio de Janeiro 3 – Maracana

Rio de Janeiro,

Hari itu hari Kamis, 7 Juni 2012. Bangun pagi perut ini masih terasa penuh hasil dari Porçao kemarin malam. Pukul 7 pagi langsung mandi dan sarapan untuk mengejar waktu. Hari itu rencana saya pergi ke objek wisata yang paling sering dikunjungi turis di Rio de Janeiro, Patung Kristus Sang Penebus. Patung ini terletak di bukit Corcovado yang berarti Punuk Unta, karena memang bentuk gunungnya seperti punuk unta kalau dilihat dari jauh. Untuk pergi ke sana saya berencana mencoba Metro dengan tidak lupa membawa semua catatan yang saya punya dari Bruno, Perwira Brasil yang saya temui di Georges Leygues.

Tak lama setelah keluar dari pelabuhan, di Avenida Rio Branco, terlihat sosok bertubuh gemuk menyapa saya dari kejauhan. Ah, ternyata Bruno. Kami pun kembali berjumpa. Dia baru selesai turun jaga dan sekarang hendak pulang,rumahnya di daerah Copacabana. Hari Kamis itu hari libur bagi umat Katholik. Dia pun menawarkan kepada saya untuk pergi bersama dia karena kebetulan satu jurusan dengan tujuannya. Sebuah kebetulan yang tidak disangka-sangka. Berjalanlah kami berdua ke stasiun Metro Uruguaiana.

Pada hari normal terdapat tiga buah akses masuk ke stasiun itu. Berhubung hari itu hari libur, hanya satu pintu yang terbuka. Yang terlihat sepanjang akses di sana adalah kotor, sampah dan genangan air berserakan di banyak tempat. Tampaknya masalah kebersihan masih menjadi problem yang serius di Rio de Janeiro.

Metro di Rio de Janeiro bernama MetroRio. Terdapat dua buah jalur utama, Zona Nord (Daerah Utara) dan Zona Sul (Daerah Selatan) yang menghubungkan sekitar 36 stasiun, baik yang berada di dalam tanah maupun yang berada di darat. Di Metro Rio terdapat juga akses terusan dengan trem, bis dalam kota, maupun bis antarkota. Untuk tarif, sekali jalan kita harus membayar 3,20 reals dan 4,15 reals untuk terusan bis dalam kota yang disebut “integrações”. Untuk saya yang hendak pergi ke Corcovado, saya harus membeli tiket “integrações” yang berbentuk kartu magnetik berwarna ungu.

Bersama Bruno saya masuk ke lintasan metro setelah sebelumnya menggesek kartu magnetik saya. Tidak seperti di Paris yang bisa menerobos, di Rio setiap pintu masuk Metro pasti ada seorang petugas keamanan. Jadi seluruh penumpang harus benar-benar memiliki tiket. Setelah kurang lebih 5 menit menunggu, datanglah Metro kami. Dari Uruguaiana kami mengambil linha 1 Zona Sul, saya akan turun di stasiun Largo do Machado sedangkan Bruno lanjut hingga Copacabana. Sesampainya kami di Largo do Machado kami pun berpisah. Saya keluar dari stasiun dan menuju ke tempat pemberhentian bus. Di sana saya akan mengambil bis dalam kota “integrações” dengan tujuan Cosme Velho. Sewaktu naik bis kartu magnetik “integrações” saya serahkan kepada supir bis.

Kurang lebih 15 menit dari Largo do Machado, tibalah saya di tempat tujuan. Untuk naik ke Patung Kristus harus dengan menggunakan trem. Tempat naik trem itu persis di seberang tempat pemberhentian bis saya. Praktis.

Saat itu cuaca cukup mendung, dan saya segera ke loket pembelian tiket trem. Namun pihak penjualnya memperingatkan saya bahwa di atas cuaca berawan sehingga tidak akan kelihatan apa-apa. Begitu saya melihat ke puncak Corcovado, benar katanya, patung Kristus tertutup oleh awan tebal. Akhirnya saya membatalkan kunjungan saya dan akan kembali tatkala cuaca bagus. Satu hal kesalahan saya adalah tidak mengakses ramalan cuaca lewat internet. Setelah saya lihat, selama hari Kamis, Jumat dan Sabtu cuaca jelek, peluang hujan 70 persen. Hanya hari Minggu cuaca bagus, mungkin saya akan kembali pada hari Minggu.

Karena hari masih pagi, saya berencana untuk mengunjungi stadion Mario Filho atau lebih dikenal dengan Stadion Maracana. Dari Corcovado saya naik bis yang sama menuju ke stasiun Metro Largo do Machado dengan membeli tiket terusan “integrações”. Karena membelinya di sopir bis, bukan kartu magnetik yang saya dapatkan, melainkan sebuah karcis mirip di Paris yang bisa digunakan untuk mengakses Metro. Sampai di Largo do Machado saya naik Metro mengambil Linha 1 jurusan Saens Pena. Kemudian turun di stasiun Estácio untuk kemudian oper Metro linha 2 dengan tujuan Maracana.

Keluar stasiun Maracana, terlihat Stadion kebanggaan warga Rio de Janeiro itu. Salah satu stadion yang akan menjadi tuan rumah perhelatan Piala Dunia 2014 tersebut sedang berbenah. Tampak dari luar proses renovasi dilakukan di stadion yang pernah menjadi saksi terjadinya gol ke-1000nya Pele.

Akhirnya saya hanya bisa mengunjungi museum, yang terletak tepat di samping stadion. Setelah membayar 20 reals, masuklah ke dalam museum tersebut. Museum ini terdiri dari 4 lantai. Lantai 1 berupa loket pembelian tiket, lantai 2 hall of fame, lantai 3 tempat penjualan souvenir dan lantai 4 tempat jejak-jejak kaki pesepak bola Brasil. Selain pesepak bola Brasil macam Pele, Zico, Romario, Ronaldo, Kaka, hingga Marta, terdapat juga jejak kaki Franz Beckenbauer dari Jerman dan juga Eusebio dari Portugal. Dengan melihat jejak-jejak kaki mereka secara langsung terlihat bahwa Brasil ini adalah sebuah negara dengan talenta sepak bola yang tak pernah habis, hilang satu, tumbuh yang lain.

Puas mengunjungi museum dan berfoto-foto berarti selesai sudah petualangan hari ini. Dengan diiringi hujan rintik-rintik kembalilah saya ke kapal, karena sungguh, suasana hujan membuat hari-hari di Rio menjadi suram. Kali ini saya mencoba untuk mencoba moda transportasi lainnya, bis kota. Dengan bantuan Google Maps, saya dapat mengetahui bis apa yang harus saya naiki, di mana tempat menunggunya dan berapa lama perkiraan waktu perjalanan. Untuk bis di Rio de Janeiro dipatok tarif 2,75 reals, dan 2,85 untuk bis berAC. Sesampai di kapal, lanjut makan malam dan menyusun rencana jalan-jalan untuk esok hari.

-bersambung…-

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *