Meneropong Masa Depan Pertahanan Indonesia: Empat Skenario Strategis tahun 2045
The future does not exist; but that does not mean it isn’t real.
Kepemimpinan presiden baru Prabowo Subianto merupakan momentum untuk me-review arah pembangunan kekuatan militer Indonesia. Latar belakang militernya menjadikan masyarakat menaruh harapan yang tinggi kepada presiden terpilih untuk menjadikan Indonesia negara yang disegani, baik di kawasan maupun secara global. Terlebih dengan mimpi dan harapan bersama untuk menjadi negara maju di tahun 2045 yang tentu saja membutuhkan TNI yang modern dan profesional. Hal ini tentunya perlu dikalkulasi dengan cermat dengan mendasarkan kepada analisis yang mendalam terhadap perkembangan lingkungan strategis di masa depan. Analisis dibutuhkan di sini agar kebijakan jangka panjang yang diputuskan di masa sekarang tetap menjadi relevan kelak di masa depan, atau paling tidak, tidak melenceng terlalu jauh.
Analisis masa depan (futures analysis) merupakan sebuah pendekatan sistematis untuk menjelajahi kemungkinan dan tren di masa depan. Berbeda dengan ramalan, analisis ini menggunakan data, model, dan pemikiran yang mendalam dari para ahli. Meskipun demikian, analisis terhadap apa yang belum terjadi tidak pernah mudah. Ian Wilson pernah mengungkapkan apa yang dia sebut dengan “dilema masa depan”, bahwa “semua pengetahuan yang kita miliki sekarang berasal dari masa lampau, namun keputusan yang kita buat adalah untuk masa depan.”[1] Namun dengan melakukan analisis yang tepat, kebijakan yang akan dibuat diharapkan dapat mengantisipasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi di masa depan sehingga mampu mengalokasikan sumber daya dengan tepat, termasuk mengatisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi.
Dalam konteks tulisan ini, analisis masa depan berfungsi sebagai pengantar imajinasi lingkungan strategis 2045. Ada banyak teknik yang bisa digunakan untuk menganalisis masa depan. Di sini, proyeksi masa depan dilakukan dengan pendekatan skenario menggunakan teknik arketipe (archetype) yang dikembangkan dari metode harman fan. Pendekatan skenario ini memungkinkan para pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi risiko dan peluang yang ada, sehingga kebijakan yang kelak dihasilkan bersifat adaptif, mampu untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Secara aplikatif, skenario yang ada dapat digunakan sebagai titik awal perencanaan jangka panjang pembangunan kekuatan TNI.
Tulisan ini akan menyajikan empat skenario strategis pada tahun 2045 yang bisa dijadikan acuan dalam mengidentifikasi tantangan-tantangan strategis, yaitu skenario Lepas Landas, Gelombang Emas, Stagnasi, dan Indonesia Cemas. Namun sebagai pendahuluan, tulisan ini akan membahas secara singkat disiplin ilmu analisis masa depan terlebih dahulu, yang dilanjutkan dengan pemaparan teknik analisis yang digunakan.
Analisis Masa Depan
Analisis masa depan berguna untuk melihat berbagai macam kemungkinan, membayangkan beberapa jalur waktu di masa depan dan mengidentifikasi titik-titik penting di sepanjang garis waktu untuk menentukan keputusan-keputusan penting. Dalam melakukan analisis ini, prinsip utama yang harus dipegang adalah bahwa masa depan sifatnya selalu asumsi dan terdiri dari berbagai macam kemungkinan. Hal itu yang membuat masa depan bersifat jamak, bukan tunggal. Tidak ada yang namanya the Future, melainkan futures.
Beberapa bentuk masa depan dapat dilihat pada corong masa depan di bawah ini.[2] Terdapat tujuh alternatif masa depan, di antaranya adalah potential, projected future, probable, plausible, possible, preferable, hingga preposterous atau impossible future.
Menurut Joseph Voros, ketujuh alternatif masa depan di atas merupakan penilaian subyektif terhadap ide-ide tentang masa depan, yang kesemuanya berasal dari masa sekarang (present moment). Untuk lebih memudahkan pemahaman, marilah kita masukkan ke dalam konteks lingkungan strategis tahun 2045. Sebagai contoh, preferable future adalah keadaan saat Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045. Probable adalah sebuah situasi China yang semakin meningkatkan intensitas aktivitasnya di Laut China Selatan, termasuk mengoperasikan pulau-pulau buatannya secara rutin. Contoh terakhir, possible future adalah kemungkinan bubarnya ASEAN di masa depan.
Sebuah peristiwa juga bisa berganti kategori masa depannya dalam waktu singkat, tergantung dari kebijakan yang menjadi pemicunya. Contoh yang paling jelas dari hal ini adalah peristiwa pendaratan pesawat Apollo XI di bulan, yang sebelumnya hanya merupakan ide gila yang tidak mungkin (prospeterous) menjadi projected future saat Presiden Kennedy pada bulan Mei 1961 memulai upaya pendaratan yang pada akhirnya tercapai di tahun 1969.
Ilmu masa depan juga mengenal teori Segitiga Masa Depan, yang menyatakan bahwa masa depan yang kita ciptakan merupakan hasil tarik-menarik dari tiga variabel, yaitu pull, push, dan weight.[3] Pull adalah gambaran masa depan, cita-cita, rencana, tujuan, harapan, dll (gambaran masa depan). Push adalah perubahan yang terjadi, termasuk kemajuan teknologi (aksi masa kini). Kebijakan Kennedy pada contoh sebelumnya termasuk di sini. Weight adalah keberlanjutan, penghalang perubahan, sistem kepercayaan, dan sebagainya (romantika masa lalu). Ketiga variabel tersebut masing-masing memiliki turunan positif dan negatif yang menghasilkan enam faktor segitiga masa depan, yaitu burden-responsibilities untuk weight, resist-ride untuk push, dan attract-repel untuk pull. Kesemuanya sifatnya tarik-menarik yang akan menghasilkan masa depan yang akan kita alami.
Untuk menghasilkan analisis yang bagus, pemikiran tentang masa depan seharusnya bersifat provokatif yang biasanya bertentangan dengan pemikiran para ahli. Hal-hal yang dimaksud seperti mengkritisi status quo, mempertanyakan asumsi dasar, menantang pandangan umum, mempertentangkan gambaran umum masa depan, dan melanggar batas-batas pemikiran. Banyak sekali contoh-contoh dalam fiksi sains di masa lampau yang pada akhirnya terwujud sekarang, seperti penggunaan ponsel dalam film Startrek di tahun 1960 dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat seperti digambarkan dalam film the Simpson pada tahun 2015. Keduanya pada masanya hanya merupakan ide gila yang tidak pernah serius dibayangkan akan benar-benar terjadi di masa depan.
Dalam konteks analisis, pemikiran-pemikiran yang out of the box sangat dibutuhkan meskipun terkadang membuat resah para ahli. Hal ini seharusnya tidak perlu terlalu dipikirkan mengingat banyak juga perkiraan para ahli yang ternyata berbeda 180 derajat dari kenyataan. Bill Gates pada tahun 1982 pernah menyatakan bahwa RAM sebesar 640K sudah cukup bagi semua orang. US Quadrenial Defense Review tahun 2001 juga pernah menulis pernyataan: “… the fact that conflicts [producing devastation and civilian casualties] have been conducted away from the U.S. homeland can be considered one of the more fortunate aspects of the American experience,” yang dirilis hanya enam bulan sebelum peristiwa 9/11.[4] Laporan Komisi 11 September menyebutkan empat kesalahan yang menyebabkan serangan teror tersebut, yaitu gagal berimajinasi, kesalahan kebijakan, kemampuan, dan manajemen.[5] Kejadian ini menyadarkan kepada kita semua bahwa apabila kita tidak memiliki imajinasi yang kuat tentang ancaman, maka kita tidak akan mampu menyusun kebijakan yang bagus, dan tidak akan mampu membangun serta mengelola kemampuan yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya serangan.
Analisis masa depan yang dibutuhkan adalah yang berupaya untuk melahirkan gagasan-gagasan dan gambaran tentang masa depan yang meliputi projected future hingga prospeterous future yang merupakan ide gila yang dianggap tidak mungkin terjadi.
Harman Fan dan Archetypal Scenarios
Proses penyusunan skenario lingkungan strategis tahun 2045 dilakukan secara induktif dan deduktif dengan metode harman fan dan penyusunan skenario arketipe. Secara umum, penyusunan skenario ini dilaksanakan melalui lima langkah, yaitu brainstorming, penyusunan timeline, observasi tema, matriks 2×2, dan terakhir adalah penyusunan skenario arketipe.
Brainstorming dilakukan untuk melahirkan gambaran-gambaran masa depan lingkungan strategis di tahun 2045. Ide-ide yang dicari adalah potret masa depan hingga 2045 dari berbagai jenis masa depan, dari mulai projected hingga prospeterous future, dan juga meliputi isu strategis di tingkat nasional, regional, maupun global.
Untuk kepentingan tulisan ini, proses ini telah dilaksanakan oleh penulis seorang diri dengan hasil seperti tercantum di bawah ini. Untuk hasil yang lebih relevan, tentunya proses brainstorming ini harus dilakukan oleh banyak orang karena sifatnya yang subyektif. Semakin banyak pemikiran akan meningkatkan kualitas ide-ide tentang masa depan yang dihasilkan.
Keduapuluh snapshot tersebut kemudian disusun berdasarkan timeline kemungkinan terjadinya kapan. Linimasa yang dimaksud meliputi kemungkinan terjadi dalam waktu dekat (0 – 5 tahun), jangka menengah (6 – 10 tahun), jangka panjang (11 – 20 tahun), hingga masa depan yang sangat jauh (far future, di atas 20 tahun).
Dari Harman Fan yang telah tersusun ini, bisa dibuat alternatif skenario masa depan yang menarik dengan cara memilih satu atau dua dari tiap-tiap kategori waktu untuk kemudian dijadikan cerita masa depan, dengan syarat: temanya harus konsisten, koheren, dan nyambung. Sebagai contoh, cerita masa depan bisa dibuat dengan menyusun heated earth, China’s hegemony, UNSC reformation, dan UNCLOS IV dalam satu narasi. Namun, untuk kepentingan analisis di sini, pemilihan yang dilakukan dibatasi oleh tema-tema arketipe pada langkah-langkah selanjutnya.
Langkah ketiga adalah observasi tema atau tren dari dua puluh gambaran masa depan yang telah disusun. Dengan melihat macam-macam snapshots tadi, tema-tema besar yang dapat diambil adalah ekonomi, geopolitik, dan teknologi. Dari ketiga tema tersebut, untuk memudahkan analisis di sini, maka hanya akan dipilih dua tema, yaitu ekonomi dan geopolitik. Tema ekonomi menarik untuk dikembangkan lebih lanjut mengingat semangat Indonesia di tahun 2045 adalah menjadi negara maju yang juga merujuk pada proyeksi menjadi kekuatan ekonomi nomor empat dunia. Sedangkan tema geopolitik dipilih karena erat hubungannya dengan aspek pertahanan dalam kaitan dengan perencanaan pembangunan kekuatan militer.
Langkah keempat adalah membuat matriks 2×2 untuk melahirkan skenario arketipe (archetypal scenarios) yang diperlukan. Menurut KBBI, arketipe adalah “model atau pola yang mula-mula, berdasarkan pola asal ini dibentuk atau dikembangkan hal yang baru; prototipe.”[6] Dalam analisis masa depan ini, terdapat empat skenario arketipe yang digagas oleh John Dator, yaitu continuation, collapse, disciplined, dan transformation.[7]
Continuation adalah keberlanjutan dari situasi sekarang, termasuk keberlanjutan prediksi pertumbuhannya. Collapse adalah kejatuhan tatanan sosial yang disebabkan oleh beberapa peristiwa, seperti instabilitas ekonomi, perang, kelangkaan sumber daya alam, dan sebagainya. Disciplined society adalah sebuah situasi di mana norma dan aturan yang ada harus dijaga, meliputi tradisi, kepercayaan, moral, lingkungan, dan lain-lain. Terakhir, transformational society adalah sebuah akhir dari tatanan yang berlaku, digantikan oleh hal-hal yang serba baru.
Empat Skenario
Matriks yang dihasilkan melahirkan empat masa depan alternatif yang selanjutnya diberi nama unik untuk memudahkan penyusunan skenario. Keempat skenario yang dihasilkan adalah 1) Lepas Landas (peaceful geopolitics-economic growth), 2) Gelombang Emas (geopolitical clash-economic growth), 3) Stagnasi (peaceful geopolitics-economic stagnation), dan 4) Indonesia Cemas (geopolitical clash-economic stagnation).
Skenario Lepas Landas
Pada tahun 2045 Indonesia telah menjadi negara maju dan menjadi bagian dari G7. Saat itu, Indonesia menjadi middle power yang disegani di kawasan. Dengan jumlah populasi 350 juta penduduk dengan pendapatan per kapita USD 25.000, Indonesia membutuhkan keamanan rantai pasok untuk mencukupi industri-industri dalam negerinya. Saat itu dunia mulai mengalami penurunan jumlah populasi, termasuk Indonesia, yang rata-rata umur penduduknya 45 tahun. Dengan adopsi teknologi terbarukan yang masif, posisi Indonesia di mata dunia menjadi sangat strategis berkat kepemilikan cadangan nikel terbesar dunia, di samping letaknya yang sangat strategis, yang menghubungkan negara-negara Asia Timur dan Australia yang juga menjadi kekuatan regional yang disegani. Secara global, tatanan dunia menjadi multipolar dengan Amerika, China, dan India menjadi negara superpower yang hidup damai berdampingan.
Skenario Gelombang Emas
Indonesia berhasil mempertahankan rata-rata pertumbuhan ekonomi 8% hingga membawanya menjadi anggota G7. Pertumbuhan tersebut didapat setelah melalui badai geopolitik yang terjadi antara Amerika Serikat dan China saat China akhirnya menginvasi Taiwan pada tahun 2035. Dalam konflik berskala besar tersebut, Indonesia mampu mempertahankan netralitasnya dan mampu menghimpun negara-negara non-blok untuk bersatu menyerukan perdamaian. Posisi strategis Indonesia sebagai middle power di kawasan mampu menurunkan tensi yang terjadi dengan menyerukan gencatan senjata. Selama Perang Taiwan yang berlangsung, Indonesia sempat mengalami disrupsi rantai pasok yang dapat diatasi berkat hubungan baik dengan negara-negara yang lain. Spill over konflik sempat terjadi di wilayah perairan Indonesia dengan dipakainya ALKI sebagai jalur komunikasi negara-negara sekutu Amerika Serikat. Konflik di Taiwan berujung kepada reformasi DK PBB dengan penambahan dua anggota tetap, yaitu India dan Brazil. Hak veto pun dibatasi hanya untuk urusan-urusan di luar isu kemanusiaan. Di sisi lain, konflik yang terjadi semakin meningkatkan posisi strategis Indonesia sebagai negara industri terkemuka dunia, terutama di bidang manufaktur baterei untuk energi terbarukan dan pabrik-pabrik microchip dunia yang terpaksa direlokasi dari Taiwan. Pasca-konflik, ASEAN praktis tidak berfungsi setelah sebagian besar dari anggotanya memihak salah satu pihak. Sebagai gantinya, Indonesia menggagas pembentukan organisasi multilateral yang beranggotakan negara-negara maju di kawasan Asia Timur dan Australia.
Skenario Stagnasi
Di tahun 2045, Indonesia tetap menjadi negara kelas menengah karena gagal mengejar target pertumbuhan ekonomi. Kegagalan Indonesia lebih disebabkan oleh permasalahan internal dan instabilitas politik dalam negeri yang membuat investor asing berpikir dua kali untuk berinvestasi di Indonesia. Di lain pihak, status Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia kurang memiliki nilai strategis dikarenakan ditemukannya teknologi alternatif pembuatan baterei dari material selain nikel. Tatanan dunia global masih dipimpin oleh Amerika Serikat dengan China yang masih dalam tahap pembangunan kekuatan. Kegagalan China menyalip Amerika Serikat disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan ekonomi China dan menurunnya jumlah populasi negara komunis tersebut. ASEAN tetap berupaya untuk terdepan dalam menangani tensi di Laut China Selatan namun selalu gagal dalam membawa China ke meja perundingan untuk menandatangani Code of Conduct. Indonesia bersama dengan negara-negara lain berada dalam tekanan untuk mencapai target net zero emission dengan alokasi anggaran yang terbatas yang masih berfokus untuk kesejahteraan masyarakat.
Skenario Indonesia Cemas
China berhasil mengambil alih Taiwan setelah melewati perang yang berdarah-darah dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Peristiwa ini menyebabkan berubahnya tatanan dunia dengan China menjadi negara adidaya menggantikan Amerika Serikat. Amerika Serikat masih menjadi negara maju namun minim pengaruh dikarenakan merajalelanya dominasi China khususnya dalam bidang ekonomi. Konflik yang terjadi berimbas ke Indonesia yang menghadapi konflik internal berkepanjangan. Intensitas konflik di Papua semakin meningkat semenjak memanasnya situasi Taiwan. Gelombang pengungsi dari utara imbas dari perang mengalir masif ke Indonesia yang digunakan sebagai tempat transit menuju daerah tujuan akhir. Dengan beban ekonomi yang semakin berat, Indonesia tidak mampu untuk menangani permasalahan iklim sehingga semakin mengalami ketergantungan untuk berhutang kepada China. Di lingkup regional, ASEAN praktis hanya bergiat normatif karena kehilangan leadership dari Indonesia yang terlalu fokus untuk menyelesaikan permasalahan dalam negeri. Wilayah perairan yurisdiksi Indonesia berkurang jauh dengan disepakatinya UNCLOS IV yang memuat aturan baru untuk melegalkan klaim China berdasarkan alasan sejarah masa lampau.
What’s Next?
Keempat skenario tersebut selanjutnya dapat dijadikan pertimbangan untuk menggali tantangan-tantangan strategis yang mungkin dihadapi oleh Indonesia dalam perjalanannya ke tahun 2045. Dari sana juga dapat dimulai untuk menjabarkan potensi-potensi ancaman di masa depan, yang merupakan basis dari sebuah perencanaan militer. Mau dibawa ke mana TNI kita? Apa target pembangunan kekuatan TNI di tahun 2045? Apakah TNI didesain untuk mampu memiliki efek penggentar di kawasan? Atau mampu untuk diproyeksikan di belahan manapun di dunia? Atau justru cukup hanya bisa bertahan di wilayah sendiri?
Yang jelas, perencanaan jangka panjang sama sekali bukan urusan yang mudah karena dunia sekarang sangat dinamis. Australia memandang sekarang ini sangat sulit untuk memprediksi masa mendatang. Dari yang tadinya mereka mengenal warning time 10 tahun, saat ini impossible untuk mengharapkan negara benua itu bisa mempersiapkan diri menghadapi situasi kontinjensi yang akan datang secara tiba-tiba. Entah itu perang, konflik, ataupun hanya sekedar bencana alam ataupun pandemi. Semuanya menjadi sulit diprediksi.
Tulisan ini pun berpendapat senada. Empat skenario yang dibahas dalam tulisan ini hanyalah trigger semata. Hanya sebuah titik awal para military planner untuk bekerja. Yang jelas, sumber daya a.k.a. anggaran pertahanan selalu terbatas. Pendekatan skenario jelas membantu untuk membantu melihat atas apa-apa yang dirasa paling menjadi prioritas. Tentunya keempat skenario yang telah disusun hanyalah merupakan contoh sebagai gambaran untuk memproduksi skenario yang lebih komprehensif lagi. Dalam konteks perencanaan pembangunan kekuatan militer, perencanaan berbasis skenario (scenario-based planning) perlu dipertimbangkan karena sifatnya yang fokus kepada kemungkinan ancaman namun tetap memiliki fleksibilitas dengan pembangunan kekuatan militer yang adaptif.
[1] Ian Wilson, ‘From Scenario Thinking to Strategic Action’, Technological Forecasting and Social Change 65 (2000): 24.
[2] Joseph Voros, ‘The Futures Cone, Use and History’, The Voroscope (blog), 24 February 2017, https://thevoroscope.com/2017/02/24/the-futures-cone-use-and-history/.
[3] Sohail Inayatullah, ‘The Futures Triangle: Origins and Iterations’, World Futures Review 15, no. 2–4 (December 2023): 112–21, https://doi.org/10.1177/19467567231203162.
[4] QDR 2001: Strategy-Driven Choices for America’s Security (Washington, D.C.: National Defense University Press, 2001), 235.
[5] 9/11 Commission, ‘The 9/11 Commission Report’, 2004, 339.
[6] KBBI VI Daring, accessed 30 September 2024, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/arketipe.
[7] Clement Bezold, ‘Jim Dator’s Alternative Futures and the Path to IAF’s Aspirational Futures’, Journal of Futures Studies 14, no. 2 (November 2009): 127–28.