Portfolio Update Mei 2022: Prospek Bursa Saham di Pasar Bearish
Bulan Mei akhirnya lewat juga. Bulan Mei yang baru kita lewati kemarin itu adalah bulan pertama di tahun 2022 ini yang diwarnai oleh penurunan IHSG. Bulan Mei sukses memutus rally kenaikan IHSG sejak bulan Januari, bahkan hingga IHSG mencapai all-time-high-nya di bulan lalu, saat pernah menyentuh angka 7.200-an sebelum akhirnya turun cukup tajam hingga sempat menyentuh 6.500 di pertengahan Mei kemarin.
Turunnya IHSG ini sudah bisa diprediksi setelah IHSG secara luar biasa tampak tidak terpengaruh oleh perkembangan situasi global. Bayangkan, di saat DOW dan NASDAQ sudah turun sejak bulan Januari yang dipengaruhi oleh sentimen negatif karena perang Rusia-Ukraina dan isu kenaikan suku bunga the Fed, IHSG justru melaju kencang sendiri. Dan, saat awal Mei the Fed benar-benar menaikkan suku bunganya, pasar Indonesia akhirnya merespon yang ditandai dengan penurunan indeks.
Apa sih hubungan kenaikan suku bunga di Amerika dengan pasar saham Indonesia?
Well, menaikkan suku bunga sebenarnya adalah upaya bank sentral dalam mengerem laju perekonomian sebuah negara. Dalam kasus di Amerika, the Fed perlu untuk menahan tingkat konsumsi di Amerika untuk menahan inflasi. Ini karena inflasi di Amerika sudah mencapai level 8% + di tahun 2022 ini, tertinggi sejak tahun 1980-an. Inflasi tak dapat dihindari saat ekonomi Amerika, dan dunia, kembali berputar setelah sebelumnya mengalami penurunan karena resesi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.
Saat pandemi, pemerintah AS sangat gencar dalam mengintervensi ekonomi negerinya, dengan meluncurkan jurus-jurus tertentu, termasuk memberi dana bantuan sosial kepada warganya yang terdampak. Berdasarkan data dari Nasdaq, selama Covid-19, pemerintah Amerika telah mencetak uang baru senilai 13 triliun USD. Sebagai perbandingan, tahun 2019 pemerintah AS hanya mencetak uang baru sejumlah 206 juta USD.
Banyaknya uang yang beredar di masyarakat ini tentunya harus disalurkan. Dibelikan barang atau jasa. Karena tiba-tiba banyak orang yang mau membelanjakan uang, maka harga-harga barang kebutuhan otomatis naik. Sesuai hukum ekonomi: banyak penawaran sedikit persediaan, maka harga akan naik.
Inflasi 8% bagi Amerika ini sangat sangat tinggi. Normalnya, inflasi di negeri Paman Sam berada di bawah 3%. Inflasi 8% berarti apabila Tom Cruise memiliki uang 100 juta dolar pada tahun 2021, maka di tahun 2022 ini uang sebanyak itu hanya akan bernilai setara 92 juta USD di tahun sebelumnya.
Makanya, the Fed, BI-nya Amerika, menaikkan suku bunga. Agar masyarakat lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di bank. Agar permintaan kembali turun. Agar harga-harga tidak naik lebih tinggi lagi.
Kebijakan ini ngefek ke Indonesia mengingat status US sebagai ekonomi terbesar di dunia. Saat pemerintah Amerika mengiming-imingi bunga yang lebih tinggi bagi siapa pun yang menyimpan uang di AS, yang tertarik tidak hanya masyarakat biasa. Investor kelas kakap pun tertarik. Investor tersebut yang tadinya merasa AS kurang seksi karena suku bunga yang rendah, dengan naiknya suku bunga ini tentunya akan kembali tertarik untuk menaruh dananya di Amerika. Dana yang tadinya diinvestasikan di Indonesia tentunya akan ikut tertarik ke Amerika Serikat. Larinya dana tadi, beberapa berbentuk investasi saham, akan membuat harga saham rata-rata Indonesia turun. Turun karena ditinggal oleh investor kakap tadi.
Kebijakan the Fed tadi kemungkinan akan direspons oleh Bank Indonesia selaku regulator moneter kita. BI kemungkinan akan menaikkan suku bunga juga. Agar Indonesia tetap dipandang cantik oleh investor asing.
Ok, kembali ke bahasan inti, meskipun IHSG bulan Mei ini turun -1,11% ytd, portfolio kelolaan saya masih diberi kenaikan 29,05%. Kenaikan ini mainly ditopang oleh kenaikan hampir semua saham koleksi saya, kecuali yang sektor perbankan/keuangan. Indeks portfolio saya naik 8,14% MoM dari 1.315,8000 menjadi 1.422,9102.
Bulan lalu saya juga membelanjakan sebagian cash saya ke saham Indofood CBP di harga yang cukup murah, Rp. 7.500, yang secara pasti merangkak naik ke harga Rp. 8.500-an saat penutupan bursa saham bulan Mei yang lalu. Tesis keputusan saya berinvestasi di ICBP sudah saya jelaskan di artikel saya sebelum ini. Silakan dibaca bagi yang belum.
Selanjutnya, prospek bursa saham Indonesia saya perkirakan akan tetap bergairah. Sektor perbankan yang sedikit sideways mungkin akan mulai beranjak naik dalam beberapa bulan ke depan. Sektor batubara dan sawit pun saya prediksi masih akan berpesta. Batubara masih mahal. Bahkan, India secara resmi menyatakan kekurangan pasokan batubara yang disebabkan hujan berkepanjangan yang mengguyur India beberapa saat terakhir ini.
Saya kemungkinan akan masuk di saham sektor batubara lagi bulan ini. Bukan di ITMG atau MBAP yang sudah saya miliki, mengingat harganya sudah naik tinggi. Kalau jeli, akan ada satu atau dua saham yang masih undervalued.
Saya selalu ingat kata-kata Lo Kheng Hong, bahwa di dunia nyata, hampir mustahil menemukan mercy harga bajaj. Namun mercy harga Avanza sangat banyak ditemui di bursa saham.
Oh ya, yang paling terakhir. Silakan kunjungi channel YouTube saya ya. Silakan search Andromeda Ciptadi, atau klik link ini: https://www.youtube.com/channel/UCtbOOkM7ZDpmbOXoRll_FVA
Akhir kata, selamat berinvestasi.