Stocks

Portfolio Update April 2022: Musim Dividen

Selamat pagi para pembaca sekalian.

Ketemu lagi di update portfolio bulan April 2022, bulan yang penuh berkah karena bertepatan dengan bulan Ramadan 1443 H. Bagi pembaca baru, update bulanan ini semoga bisa menjadi catatan investasi, agar saya bisa belajar dari pengalaman masa lalu untuk meraih hasil yang lebih baik di masa depan.

Alhamdulillah selama bulan April kinerja portfolio saya mengalami kenaikan 4,50% dari bulan sebelumnya. Secara year-to-date, kinerja portfolio saya sudah mencapai 19,34%. Angka ini buat saya merupakan hal yang menakjubkan, mengingat tahun lalu di bulan yang sama, kinerja portfolio saya masih jalan di tempat, tepatnya minus 0,98%. Wajar saja, IHSG sekarang menyentuh angka 7.200, jauh di atas angka setahun yang lalu (5.900). Indeks saya yang saya gunakan untuk mengukur kinerja saya berada pada 1.315,8300, naik bila dibandingkan dengan nilai indeks bulan lalu yang berada di level 1.259,1651. IHSG sendiri hanya naik 2,23% MoM, atau 9,84% YTD.

Yang menarik, kenaikan portfolio saya bulan April sebenarnya ditopang oleh dividen yang saya dapat. Dari lima saham yang saya miliki, tiga di antaranya turun tipis, dua lainnya naik signifikan. Dua saham yang naik lumayan tersebut adalah BBNI (+11,82%) dan MBAP (+33,06%). Sayangnya, persentase kedua saham tersebut di portfolio saya tergolong kecil sehingga kontribusi kumulatifnya kurang.

Total dividen yang saya terima selama bulan April adalah 15.137.459,45. Apabila dividen ini tidak diperhitungkan, maka kinerja portfolio saya selama bulan April hanya +16,73% YTD. Atau dengan kata lain, penerimaan dividen saya menyumbang kenaikan portfolio saya sebesar 2,62%.

Oh ya, BJTM saya sudah saya jual habis di harga 795. Saham ini saya jual pada saat harganya 760, tepatnya di bulan Oktober 2021. Penjualan ini membuat saya mendapat keuntungan capital gain 4%. Selain itu, BJTM juga membagikan dividen dengan yield sebesar 6,84% dari modal saya. Sehingga hasil akhir keuntungan saya di BJTM ini adalah 10,9%. Enam bulan memegang saham Bank Jatim dan saya berhasil mendapatkan keuntungan hampir 11%, atau 1,83% per bulan. Sebuah hasil yang lumayan.

Saham Bank Jatim sengaja saya jual karena saya merasa pergerakan harga sahamnya minimal. Sedangkan saya melihat ada banyak kesempatan yang lebih menarik di saham-saham yang lain. Terus terang saya berencana untuk masuk di saham komoditas, mumpung harganya masih cukup tinggi. Batubara masih di atas 300 USD per ton. CPO pun 11 12. Selain itu, penjualan BJTM merupakan usaha saya untuk merampingkan portfolio. Sekarang jumlah saham yang saya pegang hanya 5 saham saja. Mungkin ke depan saya hanya membatasi diri untuk memegang 5 saham saja, mengingat jumlah AUM saya yang masih cukup kecil. Apabila saya akan membeli dua saham baru, maka saya juga akan menjual dua saham yang sekarang sedang saya miliki.

Hasil perenungan saya selama lebih dari setahun ini, apabila dana kelolaan masih kecil, maka investor perlu untuk menerapkan strategi konsentrasi agar hasilnya maksimal sehingga pertumbuhan portfolio bisa lebih kencang. Di satu sisi, strategi konsentrasi mampu untuk menaikkan portfolio jika pemilihan sahamnya tepat. Di sisi lain, investor harus benar-benar melakukan riset yang mendalam untuk memastikan pemilihan sahamnya tidak salah.

Bagaimana dengan kondisi pasar di bulan April?

Setelah Maret GoTo IPO dan berhasil mencetak market cap 400 T, GoTo langsung menempati papan atas tiga besar market cap di Indonesia. Bahkan nilai GoTo mengungguli Telkom, perusahaan mapan yang secara konsisten mencatatkan ROE di atas 15% selama lebih dari sepuluh tahun terakhir ini. Sebagai catatan, GoTo merupakan perusahaan yang masih merugi dan manajemen juga masih memasang target selama tahun-tahun ke depan. Setelah dijual dengan harga 338 per saham, harga saham GOTO ditutup di harga 272. Artinya, investor yang sempat mendapat jatah saham GoTo saat IPO, maka sekarang sudah merugi -19,5%.

Berita besar lainnya adalah larangan ekspor CPO yang diumumkan oleh pemerintah Indonesia di akhir bulan April. Larangan ini bertujuan untuk menjamin pasokan CPO dan minyak goreng di Indonesia sehingga diharapkan dapat menurunkan harga minyak goreng di masyarakat yang akhir-akhir ini cukup tinggi. Bagi perusahaan sawit, keputusan ini merupakan hal yang buruk, mengingat harga jual CPO di pasar internasional sudah mencapai 6.000-an Ringgit Malaysia per ton. Sekarang harga CPO malah menembus 7.104 MYR/tonnes, rekor all-time high, sebagai imbas dari pelarangan ekspor Indonesia.

Tentunya kebijakan ini akan memengaruhi kinerja perusahaan perkebunan sawit dan produk turunannya. Saat kebijakan itu diumumkan, saham-saham sawit langsung turun berjamaah minus 4%-an rata-rata. Namun saya amati penurunan yang terjadi hanyalah merupakan respons sesaat karena ternyata besok-besoknya tidak berlanjut turun. Hal ini mengingat kebijakan tersebut dibuat di awal kuartal ke-2 2022, jadi bisa jadi kinerja perusahaan sawit baru akan terasa imbasnya saat rilis LK Q2 nanti.

Mengingat hal tersebut, maka saya sepertinya juga masih akan wait and see untuk masuk ke saham-saham sawit ini, minimal sampai keluar LK kuartal I, lah. Menunggu harga sahamnya turun dulu sampai dapat diskon yang lumayan.

Akhir kata, tulisan di atas bukanlah ajakan untuk membeli atau menjual saham. Segala keputusan investasi berada di tangan anda sendiri.

Selamat berinvestasi.

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *