Stocks

Analisis MBAP: ROE Tinggi, TATO Besar, NPM Tebal, a Wonderful Company?

Seorang investor saham akan melihat profitabilitas sebuah perusahaan saat pertama melakukan analisis fundamental. Kenapa profitabilitas dulu? Karena sejatinya tujuan utama dibuat sebuah bisnis adalah untuk menghasilkan profit. Kalau satu ini tidak mampu (baca: perusahaan merugi), mending tidak usah buat bisnis. Investasi saja di tempat lain.

Beberapa indikator sebuah perusahaan itu profitable adalah dengan melihat ROE, TATO, dan NPM. ROE adalah return on equity, menunjukkan berapa hasil yang didapat dari modal investasi yang kita keluarkan. ROE 10% berarti apabila kita invest 100 juta, maka keuntungan yang didapat dalam 1 tahun adalah 10 juta rupiah. Semakin tinggi nilai ROE, semakin efektif sebuah perusahaan dalam menggunakan modalnya.

TATO adalah total asset turnover. TATO menunjukkan kemampuan sebuah perusahaan dalam memanfaatkan aset yang dimilikinya untuk menghasilkan penjualan/pendapatan. TATO 70%, artinya dari 100 miliar jumlah aset yang dimilikinya, perusahaan itu mendapatkan pendapatan 70 miliar. Semakin besar TATO berarti perusahaan tersebut less-dependent terhadap Capex dalam menjual barang/jasanya. Dengan kata lain, TATO besar menunjukkan semakin efektif sebuah perusahaan dalam menggunakan asetnya.

NPM, net profit margin, adalah persentase laba bersih yang dihasilkan dari total penjualan yang didapat. NPM besar berarti perusahaan tersebut mampu meraup untung besar dengan penjualan yang tidak terlalu besar. Semakin besar NPM, semakin efisien kinerja sebuah perusahaan dalam memproduksi barang/jasanya.

Kalau tiga hal tersebut digabungkan, maka anda akan menemukan sebuah wonderful company.

Hal itu yang pertama terlintas di kepala saya saat membaca laporan keuangan PT Mitra Bara Adiperdana. Bayangkan, ROE tahun 2020 MBAP mencapai 19,9%. Bandingkan dengan ITMG yang hanya 4,6%, PTBA 14%, dan ADRO yang 3,96%. Seperti kita ketahui bersama, tahun 2020 adalah masa-masa sulit bagi industri batubara.

NPM MBAP tahun 2020 tercatat 14%, selevel dengan PTBA 13,97% dan jauh di atas ITMG (3%) dan ADRO yang hanya 5,8%.

Untuk urusan efektivitas Capex, lagi-lagi MBAP menjadi jawara dengan TATO tahun 2020 tercatat 111%, atau 1,1 kali. Hal ini berarti MBAP mampu menghasilkan penjualan dengan nominal melebihi nilai asetnya. Sangat efisien. Lihat saja perusahaan batubara yang lain. ADRO TATO-nya hanya 43%, sedangkan PTBA memiliki TATO 65%. Hanya ITMG yang mirip-mirip MBAP dengan TATO 103%.

Sekilas MBAP kinerja pada tahun 2020 mengungguli kompetitornya. Selanjutnya saatnya membedah lebih dalam perusahaan ini.

Mitra Bara Adiperdana adalah perusahaan yang bergerak di bisnis pertambangan batubara yang merupakan anak usaha dari PT Wahana Sentosa Cemerlang. Mitrabara mulai melaksanakan kegiatan usahanya tahun 2008 dan pada tahun 2014 resmi menjadi perusahaan terbuka setelah melantai di bursa saham dengan kode MBAP. Jumlah saham yang beredar adalah 1,2 miliar lembar dengan porsi kepemilikan 60% dipegang oleh PT Wahana Sentosa Cemerlang (WSC). WSC sendiri adalah pemegang saham mayoritas BSSR, perusahaan tambang batubara di Kaltim dan Kalsel dengan kapasitas produksi 10 juta ton per tahun.

Pemilik mayoritas lainnya adalah Idemitsu Kosan Co. Ltd dengan kepemilikan 30%. Idemitsu ini adalah sebuah perusahaan energi Jepang yang memang merupakan pelanggan terbesar Mitrabara. Konon akuisisi yang dilakukan ini untuk mengamankan pasokan batubara bagi usaha Idemitsu di Jepang sana. Idemitsu pun menempatkan dua kadernya sebagai Wakil Komisaris dan Wakil Direktur Utama. Meskipun demikian, penjualan Mitrabara kepada Idemitsu tidaklah signifikan, hanya 1% dari volume penjualan.

Di bawah Mitrabara terdapat tiga anak usaha, yaitu Baradinamika Mudasukses (usaha batubara), Mitra Malinau Energi (pembangkit tenaga listrik), dan Malinau Hijau Lestari (perkebunan dan kehutanan).

Usaha pertambangan dilaksanakan oleh Mitrabara dan Baradinamika Mudasukses, yang diakuisisi pada tahun 2013. Mitrabara memiliki wilayah izin usaha pertambangan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Skala usaha Mitrabara tidaklah besar. Praktis lahan pertambangan yang dikelola hanyalah seluas 2.960 hektar yang dioperasikan oleh hanya 600 karyawan saja. Pada tahun 2020, total produksi yang dihasilkan oleh Mitrabara adalah 4 juta ton, atau hanya 1% dari total produksi batubara nasional.

Tambang Malinau menghasilkan batubara jenis bituminous berkalori cukup tinggi yaitu 5000 s.d. 5700 GAR. Produk yang dihasilkan oleh Mitrabara inilah yang menjadikannya perusahaan yang mengekspor mayoritas hasil produksinya, dan menjual hanya 5% produknya di dalam negeri.

Sebagai seorang investor, pentinglah untuk mengetahui prospek jangka panjang sebuah perusahaan. Dari keterangan saat Pubex, diketahui bahwa cadangan batubara tambang Malinau hanyalah 20 juta ton. Dengan produksi per tahun yang mencapai 4 juta ton, maka dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan ini hanya bertahan sampai 5 tahun lagi apabila manajemen tidak melakukan akuisisi lahan tambang baru. Dan hal ini benar-benar gelap bagi kami para investor. Saya belum menemukan statemen dari pihak manajemen tentang rencana pengembangan usaha Mitrabara di masa depan.

Kesan Mitrabara sebagai perusahaan yang bagus dapat juga dilihat dari analisis arus kasnya. Dengan menggunakan data keuangan 10 tahun terakhir, cash flow perusahaan cukup bagus. Aliran uang masuk dari penjualan maupun hutang (yang rata-rata hanya 30% modal) disalurkan menjadi dividen. Namun dari visualisasi Sankey Diagram di bawah juga diketahui bahwa porsi belanja modal (Capex) MBAP ini  tergolong kecil. Dividen yang besar (pernah sampai 100% net profit) justru membatasi perusahaan untuk berkembang.

Selanjutnya kita bahas lagi manajemen Mitrabara ini. Dari penelusuran laporan keuangan 10 tahun terakhir, tidak ditemukan adanya transaksi afiliasi yang mencurigakan. Namun yang perlu menjadi catatan adalah kompensasi jajaran manajemen kunci yang menyerap hingga 35% belanja pegawai. Sebagai perbandingan, porsi gaji manajemen Indo Tambangraya Megah hanya 15% dari total gaji pegawai. PT Bukit Asam malah hanya sekitar 5% saja. Borosnya pengeluaran bagi manajemen kunci ini yang sedikit banyak membebani Opex MBAP yang cukup besar (16% revenue).

Pendapatan manajemen kunci MBAP yang besar tersebut ternyata tidak dibarengi dengan kesigapannya dalam mengembangkan perusahaan. Penjualan tertinggi Mitrabara sepanjang sejarahnya adalah pada tahun 2017, 2018, dan 2019. Di tahun itu ternyata tidak terlihat manuver ekspansi perusahaan yang signifikan dalam mengalokasikan net profit yang didapat. Alih-alih berinvestasi dalam kegiatan eksplorasi dan akusisi tambang baru, manajemen malah memilih untuk menempatkan asetnya dalam bentuk deposito. Padahal jelas-jelas sisa cadangan batubara tambang Malinau hanya sampai 5 tahun lagi.

Mitrabara merupakan perusahaan batubara yang mengandalkan jasa kontraktor pertambangan dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini tercermin dari minimnya aset tetap yang dimilikinya. PPE yang dimiliki oleh Mitrabara hanya 13% dari total aset yang dimilikinya. Kontraktor pertambangan yang bekerja untuk Mitrabara melakukan hampir seluruh kegiatan penambangan, dari mulai pengupasan lapisan tanah, penambangan, dan pekerjaan lainnya. Jika digali lagi, sebesar 50% COGS MBAP merupakan jasa kontraktor. Minimnya aset tetap ini dapat menjelaskan moncernya TATO MBAP. Model bisnis yang dijalankan oleh Mitrabara yang menggunakan kontraktor ini lebih efisien daripada menggali sendiri. Terbukti dengan bisnis yang dijalankan menghasilkan return bagus dengan PPE yang minim.

Kesimpulan yang saya dapat:

Secara kuantitatif sepintas Mitrabara Adiperdana merupakan sebuah wonderful company dengan ROE, TATO, dan NPM mantap. Namun setelah ditelisik lebih jauh lagi, diketahui bahwa perusahaan ini masih belum mempunyai program jangka panjang yang kompetitif. Manajemen kunci perusahaan yang telah dibayar cukup besar seharusnya mampu memikirkan peluang ekspansi di masa depan jika ingin perusahaan ini tetap eksis di bisnis tambang batubara. Operasional usaha Mitrabara sangat efektif dengan proporsi aset tetap yang kecil dan menggantungkan usahanya kepada kontraktor pertambangan. Selain itu, size produksi Mitrabara yang hanya 1% dari total produksi nasional patut dijadikan pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi di MBAP ini.

Conviction merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh setiap investor. Dengan fakta perusahaan Mitrabara yang diketahui sejauh ini apakah cukup meyakinkan untuk kita berinvestasi jangka panjang di sana?

Disclaimer: artikel ini bukan merupakan ajakan untuk berinvestasi. Segala keputusan investasi merupakan keputusan pribadi sehingga risiko yang mungkin timbul dari tindakan investasi merupakan risiko yang harus ditanggung masing-masing.

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *