Stocks

Kisah Mr. Hyun Bin dan Ms. Ye Jin: Pajak Investor vs Pajak Karyawan

Saya sangat awesome dengan salah satu podcast Deddy Corbuzier yang mengundang Dirjen Pajak Bapak Suryo Utomo. Dalam siniar tersebut, terungkap bahwa Om Deddy setahun membayar pajak hingga 3,4 miliar rupiah (2022 bahkan Om Deddy membayar pajak penghasilan 8M!). Bisa dibayangkan berapa pendapatan Om Deddy yang diperoleh kalau pajaknya saja sebesar itu.

Karena siniar tersebut, saya jadi ingin membandingkan berapa pajak yang harus dibayar oleh seorang investor. Apakah lebih menguntungkan menjadi investor atau karyawan? Tentunya tulisan ini dibuat dari sudut pandang seorang wajib pajak, artinya semakin kecil pajak yang dibayarkan, semakin bagus. Kalau dari sudut pandang Bu Sri Mulyani tentu saja sebaliknya.

Kebetulan sekarang adalah awal tahun. Kebetulan juga Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) baru saja disahkan pada Oktober tahun 2021 yang lalu. Dalam UU HPP tersebut, terdapat sedikit perubahan pengenaan pajak penghasilan perorangan.

Awal tahun merupakan saat-saat warga negara yang baik mengumpulkan SPT. Surat Pemberitahuan Tahunan merupakan sarana wajib pajak Indonesia melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak. Bagi mereka yang berstatus pegawai atau karyawan yang pajaknya sudah dibayarkan oleh kantor, SPT merupakan pelaporan pajak yang telah dibayarkan. Sedangkan bagi mereka yang belum membayar pajak karena berpendapatan tidak tetap, pengisian SPT merupakah perhitungan berapa pajak yang harus dibayarkan berdasarkan pendapatan mereka setahun.

Alkisah terdapat sepasang kekasih yang bernama Mr. Hyun Bin dan Ms. Ye Jin. Dua orang ini berlatar belakang berbeda. Hyun Bin merupakan seorang investor saham full time; sedangkan Ye Jin adalah karyawan di sebuah start up.

Hyun Bin ini kebetulan mendapatkan privilege modal besar sebesar 5 miliar rupiah dari warisan orang tuanya.Sebagai seorang yang profesinya investor saham, Hyun Bin sehari-hari menghabiskan waktunya untuk menganalisis perusahaan dan membaca buku atau koran. Selain itu Hyun Bin praktis bisa mengerjakan apa saja yang dia suka, dari mulai berlari, gowes, hingga mengantar ibunya belanja di Diamond.

Sedangkan Ye Jin sebaliknya. Berangkat dari anak orang biasa, dia harus bekerja dari nol hinga sekarang mendapat pekerjaan yang layak dengan gaji bulanan 35 juta rupiah. Ye Jin bekerja Senin sampai Jumat dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore. Terkadang dia juga harus lembur dan bekerja di hari Sabtu atau Minggu.

Dua orang ini kebetulan hendak mengisi SPT. Dengan latar belakang kedua orang tersebut di atas, kira-kira berapa besar pajak yang harus mereka bayarkan?

Hyun Bin memutuskan untuk berinvestasi di PT Gudang Garam, Tbk karena dia tahu harga saham perusahaan tersebut sedang dalam keadaan diskon. Karena Hyun Bin ini seorang full time investor, maka dia sengaja mencari saham yang memberikan dividen yield yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dan GGRM merupakan salah satu pilihan yang tepat. Pertama, perusahaan ini merupakan salah satu pemain besar di bisnis rokok. Kedua, harga sahamnya sedang diskon besar-besaran. Terakhir, Gudang Garam terkenal sebagai sebuah perusahaan yang royal membagikan dividen, perkiraan yield 7%. Bagi Hyun Bin, dividen yang diterimanya akan dijadikan cash flow, bukan untuk di-reinvest.

Dengan modal 5 miliar yang dimilikinya, Hyun Bin memutuskan diri menggunakan seluruh uangnya tadi untuk membeli saham GGRM. Investasi Hyun Bin ini dikenakan pajak dua kali: saat membeli saham, dan saat mendapat dividen setiap tahunnya.

Saat dia melakukan pembelian sebesar 5 miliar, maka biaya yang harus dia keluarkan adalah:

  1. Brokerage fee 0,1245% sebesar Rp. 6.225.000.
  2. VAT brokerage 10% dari brokerage fee, sebesar Rp. 622.500.
  3. Jasa IDX 0,033% dari modal, senilai Rp. 1.650.000.
  4. Biaya KPEI (kliring penjaminan efek Indonesia) 0,01% dari moda, yaitu sebesar Rp. 500.000.

(* rincian biaya broker bisa berbeda tergantung sekuritas masing-masing).

Jadi, saat membeli saham GGRM sebesar 5 miliar rupiah, Hyun Bin harus mengeluarkan biaya sebesar 8,98 juta rupiah, atau 0,17% dari total modalnya.

Gudang Garam ini secara rutin membagikan dividen setahun sekali, dengan imbal hasil rata-rata 7% modal, atau sekitar 350 juta rupiah. Di Indonesia, dividen dikenakan pajak 10%. Kecuali jika dividen itu direinvestasikan maka tidak dikenakan pajak. Hyun Bin dari awal meniatkan dividen yang diterimanya akan digunakan untuk hidup sehari-hari sehingga dia harus membayar pajak 10% setahun dari total dividen yang diterimanya, yaitu 35 juta rupiah. Setelah dikurangi pajak, Hyun Bin mendapat 315 juta setahun, atau 26 juta sebulan. Cukup untuk hidup di Jakarta.

Bagaimana dengan Ms. Ye Jin?

Sebagai seorang karyawan di sebuah start up, dia mendapat gaji bersih 35 juta sebulan. Di Indonesia berlaku sistem PPH 21 progresif. Kebetulan sesuai dengan UU HPP yang baru disahkan berlaku sistem perhitungan pajak yang baru.

Untuk gaji 50 juta rupiah ke bawah dikenakan pajak 5%. Penghasilan 50 – 250 juta PPH 15%, 250 – 500 juta tarif pajak 25%, untuk penghasilan 500 juta – 5 miliar dikenakan pajak 30%, dan penghasilan di atas 5 miliar dikenakan tarif 35%.

Sebelumnya, karena single, Ms. Son Ye Jin menikmati penghasilan tidak kena pajak 54 juta rupiah. Artinya, 54 juta dari gaji tahunannya tidak dikenakan pajak sehingga total gajinya yang ditarik pajak hanya 366 juta rupiah.

Perhitungan pajak yang harus dibayar Ms. Ye Jin seperti ini:

 50 juta pertama tarif pajak 5% = 2.500.000

200 juta tarif pajak 15% = 30.000.000

116 juta sisanya kena pajak 25% = 29.000.000.

Sehingga total pajak yang harus dibayarkan oleh Hye Jin adalah Rp. 61.500.000 atau 14,64% dari gaji tahunannya. Dengan demikian, Hye Jin menikmati gaji bulanan bersih sebesar Rp. 29.875.000.

Dari sini kita bisa melihat betapa seorang investor diuntungkan dengan sistem perpajakan di Indonesia. Dengan income bulanan yang relatif sama, seorang Mr. Hyun Bin hanya diwajibkan membayar pajak dividen 10%, lebih rendah bila dibandingkan 14,64% yang harus dibayar oleh Ms. Ye Jin.

Apabila investor tidak mengambil dividen yang didapat, dalam arti diinvestasikan kembali, maka dia tidak harus membayar pajak dividen. Cukup dengan membuat laporan realisasi investasi saat pengisian SPT. Belum lagi keuntungan yang didapat dari peluang pertumbuhan perusahaan. Let’s say Gudang Garam, karena perusahaan yang sudah mature, mampu bertumbuh 5% per tahun, maka laba yang dihasilkannya diperkirakan juga akan tumbuh 5%, dan dividen yang dibagikan tentunya juga akan mengikuti.

Dari cerita di atas dapat kita simpulkan bahwa jadi investor lebih nyaman dibanding menjadi karyawan kantoran. Selain dari beban kerjanya, aspek perpajakan ternyata juga sangat meringankan.

Mari kita berdoa bersama supaya kita dapat lekas pensiun dan menjadi investor full time.

Orang bijak taat pajak.

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *