Interpretation of Financial Statements: Apa yang Harus Diulik dari Laporan Keuangan
Buku ini lebih tepatnya disebut sebagai buku panduan bagaimana membaca laporan keuangan yang bertujuan untuk mencari perusahaan yang memiliki keunggulan daya saing. Buku ini ditulis oleh Mary Buffet, mantan menantu Warren Buffet, bersama David Clark, salah satu murid Warren Buffet. Diary David Clark ini yang mendasari penulisan buku bestseller the Tao of Warren Buffet yang terkenal itu.
Di buku ini Mary mengungkapkan perbedaan gaya investasi Warren Buffet dengan sang mentor Benjamin Graham. Menurutnya, Ben Graham tidak memiliki keinginan untuk memegang saham dalam jangka panjang; paling lama dua tahun katanya.
Sebaliknya, Warren memiliki style investasi yang sedikit berbeda. Meskipun sama-sama berdasar dengan kaidah value investing, Warren Buffet memiliki hasrat untuk memegang saham dalam jangka panjang, sampai puluhan tahun. Hal inilah yang menurut Mary menjadi alasan Warren Buffet bisa menjadi super kaya seperti sekarang ini. Katanya: jika Benjamin Graham menghasilkan jutaan dollar, maka Warren Buffet menghasilkan miliaran dollar.
Warren tidak mesti menunggu harga sebuah saham terdiskon signifikan. Baginya, harga saham yang wajar sudah bisa dibeli asalkan perusahaannya memiliki keunggulan daya saing dibanding dengan para kompetitornya. Perusahaan kategori ini akan dapat bertahan dari berbagai krisis yang terjadi dan akan terus ada beberapa puluh tahun lagi.
Namun mengidentifikasi perusahaan jenis itu tidak gampang. Warren Buffet mengembangkan sebuah tool set analisis laporan keuangan. Trik-trik membaca laporan keuangan itulah yang ditulis di buku ini. Saya sendiri berpendapat buku ini sangat cocok dijadikan panduan bagi mereka yang masih bingung dalam mencerna laporan keuangan. Apa yang harus dicari, apa yang harus diperhatikan dengan seksama, semuanya ditunjukkan di buku ini.
Mengerti laporan keuangan adalah skill mutlak yang harus dikuasai oleh seorang investor saham. Bahkan Warren Buffet pernah berkata bahwa apabila seseorang belum jago membaca laporan keuangan, maka dia tidak seharusnya memilih sendiri saham yang akan dibelinya.
“You have to understand accounting and you have to understand the nuances of accounting. It’s the language of business and it’s an imperfect language, but unless you are willing to put in the effort to learn accounting—how to read and interpret financial statements—you really shouldn’t select stocks yourself.”
Buku ini secara garis besar berisikan: 1) Bagaimana mengidentifikasi perusahaan yang memiliki durable competitive advantage dari laporan keuangannya, dan 2) Bagaimana menentukan nilai intrinsik dari perusahaan tersebut.
Secara garis besar, perusahaan yang berprospek jangka panjang adalah perusahaan yang menjual barang/jasa yang unik, atau perusahaan yang menjual/membeli barang atau jasa dengan biaya rendah yang dibutuhkan oleh masyarakat umum.
Contoh perusahaan yang menjual barang unik: Coca Cola, Pepsi, Kraft, the Washington Post.
Contoh perusahaan yang menjual jasa unik: American Express Co., Wells Fargo & Co.
Contoh perusahaan berbiaya rendah yang menjual barang-barang kebutuhan masyarakat: Wal-Mart, Costco, Nebraska Furniture Mart, the Burlington Northern Santa Fe Railway.
Consistency is the key. Jargon itu yang katanya bisa mengantarkan Warren Buffet ke posisinya sekarang ini. Selain orangnya yang konsisten memegang teguh prinsip investasinya, konsistensi dari sebuah perusahaan yang dibeli juga sangat berpengaruh terhadap kesuksesan sebuah investasi. Ambillah contoh Coca Cola, perusahaan yang dimiliki oleh Warren Buffet sejak tahun 1987. Coca Cola menjual produk yang sama sampai saat ini, bahkan hingga 100 tahun sejak perusahaan itu berdiri!
Selanjutnya investor bisa memulai pencariannya dengan membaca laporan keuangan. Mary Buffet dalam buku ini menjelaskan secara perlahan bagian laporan keuangan, dari mulai jenis laporan keuangan (balance sheet, income statement, dan cash flow statement), hingga membahas secara detail satu per satu item-item yang tertera pada laporan keuangan tersebut.
Warren Buffet katanya selalu memulai penelusurannya dari membaca income statement. Logis. Karena perusahaan itu sejatinya adalah mesin pencetak uang, dan income statement, atau laporan laba-rugi mencantumkan hal tersebut. Apakah perusahaan tersebut mencetak laba? Berapa margin labanya? Apakah perusahaan itu memerlukan investasi di bidang R&D untuk mempertahankan keunggulan daya saingnya? Hal-hal tersebut yang digali lebih dalam oleh Warren Buffet dalam mengidentifikasi sebuah perusahaan yang benar-benar bagus.
Salah satu contohnya adalah pada Bab 10 Gross Profit Margin (GPM). Disebutkan bahwa GPM yang besar (di atas 40%) mencerminkan perusahaan yang memiliki durable competitive advantage. Sebaliknya, perusahaan dengan GPM di bawah 20% menunjukkan ketatnya persaingan di industri tersebut.
Pada bagian balance sheet, atau neraca, buku ini mengajarkan bagaimana seharusnya kita melihat kas setara kas, persediaan, piutang, hutang usaha, hutang berbunga, dan lainnya.
Salah satu yang menarik bagi saya adalah pembahasan mengenai PPE (property, plant, and equipment). Seperti yang telah diketahui, produk yang menghasilkan produk yang sama secara jangka panjang menawarkan prospek yang lebih bagus kepada investor. Penulis mengambil perbandingan antara Wrigley (perusahaan permen karet) dan GM (perusahaan otomotif). Wrigley, karena hanya memproduksi permen karet, tidak harus meng-upgrade aset tetapnya setiap saat. Berbeda dengan GM yang harus mengikuti tren dan pekembangan teknologi agar mobil jualannya tetap laku di pasaran. Pengeluaran untuk PPE yang besar tiap tahunnya mencirikan sebuah industri yang kurang bagus dalam jangka panjang.
Cash flow statement, atau laporan arus kas, mengungkap berapa uang yang sebenarnya masuk atau keluar dari perusahaan. Berbeda dengan laporan laba-rugi yang menganut prinsip akrual, laporan arus kas benar-benar menunjukkan kas riil yang ada di perusahaan. Seringkali ditemukan sebuah perusahaan tercatat membukukan laba pada income statement-nya namun arus kasnya negatif. Ini menunjukkan bahwa laba yang dicatat hanya “di atas kertas.” Penguasaan atas laporan arus kas akan mencegah investor dari salah memilih perusahaan yang terlihat untung namun ternyata buntung.
Lagi-lagi penulis membahas tentang capital expenditure (Capex), atau pengeluaran untuk PPE. Apabila sebuah perusahaan spending pada Capex dengan persentase yang sangat tinggi dari laba bersihnya, maka patut dipertanyakan dari mana uang yang digunakan itu? Pasti dari pinjaman, yang secara tidak langsung menunjukkan bahwa perusahaan tersebut kurang memiliki daya saing yang tinggi secara jangka panjang.
Sebagai rule of thumb, perusahaan yang pengeluaran Capexnya kurang dari 50% dari laba bersihnya bisa dipertimbangkan sebagai perusahaan yang memiliki durable competitive advantage.
Selebihnya bisa dibaca langsung di bukunya. Banyak sekali hint dan rule of thumb yang diungkap di buku ini yang membantu kita para investor awam dalam menilai sebuah perusahaan.
Bagian selanjutnya adalah yang paling seru: bagaimana Warren Buffet menentukan harga wajar, atau nilai intrinsik, sebuah perusahaan bagus dan kapan waktu yang tepat untuk membeli dan menjual sahamnya.
Basically, Warren Buffet menilai nilai intrinsik sebuah perusahaan berdasarkan kemampuannya menghasilkan laba yang konsisten bertumbuh selama paling tidak sepuluh tahun ke depan.
Dicontohkan dalam buku ini adalah saham Coca Cola yang dibeli pada tahun 1987 seharga US$ 6,50 (desimal adalah koma). Dengan proyeksi earning yang konsisten bertumbuh pada rate 10%selama 20 tahun ke depan, didapat nilai intrinsik saham Coca Cola adalah US$ 15,40. Berarti Buffet saat membeli di harga US$ 6,50 mendapatkan harga diskon sebesar 42%. Bagaimana cara menghitung nilai intrinsik secara detail bisa dibaca langsung dari buku ini.
Selanjutnya kapan saat yang tepat untuk membeli? Dan kapan saat yang tepat untuk menjual saham? Menjual? Bukannya di depan dibilang kalau wonderful company tidak untuk dijual, melainkan untuk di-hold forever? Yah, buku ini pada kenyataannya tidak mengharamkan sebuah saham wonderful company untuk dijual.
Kapan itu? Silakan dibaca sendiri langsung dari bukunya.
Overall, buku ini mengajarkan ilmu fundamental yang bisa menjadi acuan para value investor. Bisa dibaca oleh investor pemula maupun investor berpengalaman yang ingin mencari insight tambahan dalam memilih saham yang cocok untuk investasi.
Akhir kata, menurut saya pendekatan membeli saham perusahaan yang memiliki durable competitive advantage tidak cocok buat investor yang aset investasinya masih kecil. Metode ini cocok untuk investor bermodal besar. Warren Buffet sendiri menginvestasikan kekayaannya di Coca Cola dengan nilai pada tahun 1994 sebesar 1,3 miliar dollar atau sebanyak 9,3% dari total saham Coca Cola. Modal segitu setiap tahunnya bisa menghasilkan dividen sebesar 2,18 miliar USD, atau sekitar 31,2 triliun rupiah pada tahun 2020 yang lalu. Bagi investor modal tipis, tentu cara seperti ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengembangkan asetnya. Metode Benjamin Graham lebih masuk akal tentunya.
Namun kembali lagi harus diingat bahwa investasi saham itu seni. Tidak ada metode yang salah ataupun benar 100%. Bahkan cara trading saham pun bisa mendatangkan cuan yang besar (dengan syarat selalu dinaungi oleh Dewi Fortuna).
Selamat berinvestasi.