Stocks

Stock Report: Indorama Synthetics (INDR)

PT Indorama Synthetics, Tbk (Indorama) adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang berdiri pada tahun 1975, didirikan oleh Sri Prakash Lohia, seorang WNI keturunan India, dan memulai produksi pertamanya pada tahun berikutnya dengan beroperasinya pabrik pemintalan yang pertama di Purwakarta. Selanjutnya, perusahaan berekspansi dengan memperluas skala produksi dan melaksanakan diversifikasi dari yang tadinya hanya memproduksi benang pintal, menjadi produsen benang polyester, PET resin (bahan pembuat plastik), dan kain polyester. Sampai saat ini, tercatat Indorama mengoperasikan beberapa pabrik yang terletak di Purwakarta, Campaka, dan Bandung, Jawa Barat, serta melalui anak usaha tidak langsungnya yang berlokasi di Uzbekistan, Sri Lanka, dan Turki. Indorama memiliki delapan anak usaha dengan berbagai bidang usaha, yaitu investasi, trading, dan produksi benang pintal. Terakhir, INDR mengakuisisi tambang emas di Cianjur, PT Cikondang Kencana Prima, pada Februari 2021 dengan menguasai 80 persen sahamnya senilai Rp. 300 miliar.

Indorama telah melantai di bursa saham Indonesia sejak tahun 1990 dengan ticker INDR. Indorama merupakan bagian dari holding Indorama Corporation Pte dengan kepemilikan 38,92%. Sebanyak 25% saham lainnya dimiliki oleh PT Irama Investama. Sedangkan publik menguasai 36,8% saham INDR dari total 654.351.707 lembar saham yang beredar. Harga sahamnya berfluktuasi mengikuti fundamental perusahaan dengan harga tertinggi pada medio 2018 adalah Rp. 9.600 per lembar saham.

Usaha utama Indorama dibagi menjadi tiga bidang: 1) benang pintal, 2) polyester, dan 3) kain. Berdasarkan laporan tahunan tahun 2020, ketiga lini usaha tersebut mengalami penurunan performa dari tahun sebelumnya, dengan rincian sebagai berikut:

 Benang PintalPoliesterKain
Volume produksi-8%-2%-6%
Volume penjualan-10%-3%-26%
Nilai penjualan-21%-26%-29%
Harga produk-12%-24%-4%
Pendapatan operasional-51%-25%-11%*
Kapasitas produksi137.000 MT290.000 MT53 jt meter
Persentase produksi aktual dari kapasitas produksi87,20%92,71%96,22%

* Lini usaha kain mengalami kerugian operasional pada tahun 2020.

Manajemen mengklaim penurunan yang dialami di sepanjang tahun 2020 disebabkan oleh pandemi Covid-19 menyusul diterapkannya lockdown global yang berpengaruh terhadap turunnya permintaan, terutama di pasar ekspor.

Pendapatan INDR bertumpu dari penjualan divisi benang pintal. Performa penjualan divisi lainnya tidak bagus. Divisi kain bahkan merugi dalam empat tahun terakhir. Pertumbuhan produksi dan penjualan secara umum tidak memuaskan. Hanya bidang benang pintal saja yang mencatatkan pertumbuhan yang bagus. Dua bidang lainnya masih belum optimal. Tidak seperti benang pintal, polyester tidak bisa mengatasi penurunan harga jual sehingga secara jangka panjang pertumbuhan volume produksi, volume penjualan, dan penjualannya negatif. Divisi kain terus mengalami penurunan meskipun terlihat harga pasarnya mengalami sedikit kenaikan dalam tiga tahun terakhir.

Bila melihat histori laporan keuangan 10 tahun terakhir, kinerja produksi INDR bisa dibilang tidak efisien. Hal ini tercermin dalam rata-rata GPM dan NPM yang rendah (12% dan 2%). Selain itu, rata-rata ATO di bawah 1. Beban-beban yang tinggi mengakibatkan net profit yang didapat rendah. Hal ini mencerminkan nature bisnis yang sangat kompetitif. Namun sejak tahun 2021 ini kinerja INDR mengalami perbaikan dengan ROE 2021 yang disetahunkan 16% (rata-rata ROE 10 tahun 5%). Return on asset (ROA) pada tahun 2021 (disetahunkan) berada di angka 9%-an, merupakan kenaikan yang signifikan bila dibanding dengan rata-rata 10 tahunnya yang hanya 2%.

Secara umum, Indorama berada dalam kondisi keuangan yang sehat. Current ratio-nya di atas 1, hutang berbunganya juga di kisaran40 – 50% dari ekuitasnya. Yang kurang hanya satu: kas/setara kas yang dimiliki INDR tidak ideal dalam meng-cover hutang berbunga jangka pendeknya. Di luar itu, indikator lainnya masih oke, walaupun DERnya pada LK terakhir masih berada di angka 104%. OCF dan cash flow Indorama juga terjaga selalu positif.

Berdasarkan histori, terlihat bahwa pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2018. Saat itu harga saham INDR juga mencapai all time high-nya, yaitu Rp. 9.600 per lembar saham. Satu catatan: pada tahun 2018, Indorama melaksanakan penjualan saham entitas asosiasi PTIP senilai USD 33,23 juta yang tentunya mendongkrak pendapatan pada periode tersebut. Tahun 2019 perusahaan juga melepas aset senilai USD 30 juta. Sedangkan hingga kuartal III 2021 ini, sales dan net profit tumbuh 44% dan 10% yoy yang merupakan hasil murni dari operasional perusahaan. Tidak terlihat pendapatan dari hasil penjualan aset ataupun hasil investasi seperti di tahun 2018.

Potensi risiko INDR terletak pada nature bisnisnya yang kurang bisa diprediksi, termasuk kinerja historis INDR yang tidak bagus-bagus amat walaupun termasuk salah satu perusahaan terbesar di industrinya. Selain itu, jumlah sahamnya yang hanya 654 juta lembar saham sangat gampang untuk digoreng.

Meskipun demikian, saham INDR ini masih menyimpan potensi yang cukup bagus mengingat PBVnya masih 0,5 dengan PER di kisaran 3x. Posisi harga saat tulisan ini dibuat masih menawarkan diskon sebesar 60%. Bila mengingat pada bulan Februari 2021 yang lalu Indorama Holding BV memborong saham INDR sejumlah 101 miliar rupiah yang mencerminkan optimisme pemilik perusahaan terhadap perusahaan ini, maka harga saham INDR memang tampaknya benar-benar dapat dijagokan untuk dapat naik lebih tinggi lagi mengikuti kinerja perusahaan.

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *