Stocks

Sebuah Cerita tentang Sir Isaac Newton

Kita mengenal Sir Isaac Newton sebagai salah satu ilmuwan terkenal yang pernah hidup di bumi ini. Dia adalah orang pertama yang memahami apa itu gravitasi. Newton juga terkenal sebagai ahli optik dan ahli matematika.

Di balik kejeniusannya itu, Newton ternyata seorang investor. Namanya sebagai investor dikenal karena kerugiannya pada investasinya di perusahaan South Sea Company. Bukan sesuatu yang mengenakkan memang, tapi merupakan pengalaman berharga yang bisa kita ambil hikmahnya.

Kerugiannya saat itu mencapai 20.000 poundsterling, atau sekitar 83,6 miliar rupiah nilai saat ini. Newton terpaksa cut loss di saham South Sea Company karena terlalu mengikuti euforia pasar saat itu.

Bagaimana ceritanya?

Jadi, South Sea Company adalah sebuah perusahaan dagang pada zaman itu. Seperti VOC, perusahaan dagangnya Belanda yang beroperasi di Indonesia. South Sea Company ini area operasinya di wilayah Amerika Selatan. Inggris saat itu juga memiliki perusahaan dagang East India Company yang beroperasi di wilayah Asia yang sudah terbukti sukses.

South Sea Company didirikan oleh seoerang bernama Robert Harley pada tahun 1711. Tujuan utamanya adalah untuk jual-beli dari Inggris ke orang-orang Spanyol yang sudah berkoloni di Amerika Selatan. Barang dagangannya beraneka macam, termasuk budak, komoditas yang lazim saat itu.

Inggris memberi hak monopoli South Sea Company untuk mengurusi hubungan dagang dengan Amerika Selatan. Hak monopoli ini dianggap orang-orang sebagai sebuah prospek yang bagus, mengingat kisah sukses pendahulunya, East India Company.

Newton pun mencoba membeli sedikit sahamnya pada sekitar bulan Februari 1720 dengan harga sekitar 150 poundsterling. Tak lama berselang, Isaac Newton menjual sahamnya pada bulan Juni dengan keuntungan mencapai 100% dari total nilai investasinya. Dan harga saham South Sea Company masih merangkak naik walaupun sudah tidak rasional. Newton pun melihat teman-temannya banyak yang cuan besar dari saham ini saja dalam waktu singkat.

Orang boleh bilang Newton sebagai ilmuwan terbesar sepanjang masa. Namun Newton juga manusia. Sifat greedy mulai menggodanya untuk kembali membeli saham perusahaan yang sedang trending ini. Bulan Juli 1720 Newton Kembali membeli saham South Sea Company, kali ini dengan nilai yang besar, pada harga rata-rata 700 poundsterling. Pengalaman coba-cobanya sebelumnya yang memberinya return dua kali lipat menutup matanya dari fakta bahwa harga saham ini sudah overvalued.

Saham South Sea Company sempat mencapai harga 1.050 pounds sebelum akhirnya terjun bebas pada bulan September 1720. Newton pun terpaksa cut loss pada harga rata-rata 250-an pounds dan mencatat kerugian 20.000 pounds, sebuah angka yang tidak kecil saat itu.

Pergerakan saham South Sea Company yang tak terkendali berasal dari ekspektasi pasar yang tidak rasional. Pasar berharap peluang yang diberikan oleh pemerintah kerajaan Inggris saat itu akan linear dengan perkembangan perusahaan. Pemerintah pada saat itu juga memberi kesempatan kepada para pemegang obligasi negara senilai total 9 juta poundsterling untuk menukar investasinya dengan membeli saham South Sea Company. Peristiwa bubble saham South Sea Company ini pada akhirnya memicu krisis finansial pertama dalam sejarah.

Tiga abad berselang, perilaku manusia tidak berubah. Walau pepatah mengatakan “history repeats itself,” namun manusia ternyata tak pernah belajar dari sejarah. Sampai sekarang pun banyak investor yang membeli saham hanya berdasarkan rumor. Hanya berdasarkan prospek “katanya” yang tidak didukung oleh fundamental yang kuat.

Ternyata berinvestasi itu tidak membutuhkan IQ yang superior. Pak Lo Kheng Hong bahkan pernah bilang kalau seorang lulusan SD juga bisa menjadi investor yang hebat.

Pengendalian emosi adalah kuncinya. Dalam berinvestasi seharusnya kita tetap berpegang teguh pada akal sehat. Kesampingkan emosi. Itulah kenapa orang-orang yang sukses di bidang investasi bukanlah orang-orang berpendidikan tinggi.

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *