Poros Geopolitik Indo-Pasifik: Tinjauan Bidang Pertahanan
Belakangan ini istilah Indo-Pasifik santer terdengar di berbagai media internasional, utamanya setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berulang kali menyebutkannya dalam berbagai kesempatan, menggantikan istilah Asia-Pasifik yang populer sebelumnya. Penyebutan istilah ini merupakan sebuah fenomena pergeseran konstelasi geopolitik yang patut dicermati. AS sendiri telah secara formal menggunakan istilah ini pada dokumen National Security Strategy-nya yang dirilis pada Desember 2017 yang lalu. Perubahan konsentrasi geopolitik ini tentunya akan mengandung implikasi terhadap Indonesia yang secara geografis terletak di posisi persilangan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Istilah Indo-Pasifik sendiri merujuk kepada nama kedua samudera tersebut.
Kenapa Indo-Pasifik?
Konsep Indo-Pasifik sebenarnya mulai terdengar sejak sebelum tahun 2010 sebelum benar-benar digunakan secara luas oleh Pemerintahan Trump akhir-akhir ini. Faktor utama yang mendasarinya tentunya adalah keterikatan antara wilayah Asia Timur, Asia Tenggara dan Asia Selatan yang semakin erat. Hal ini merupakan konsekuensi dari berubahnya tatanan dunia menjadi multipolar, di mana penyebaran pengaruh China yang semakin luas coba diikuti oleh India. Penetrasi China hingga ke Afrika Barat dan kebijakan “Look-East Policy”-nya India membuat dikotomi Asia Timur dan Asia Selatan menjadi tidak tepat lagi. Jika Asia-Pasifik meliputi wilayah-wilayah mulai Semenanjung Korea hingga ke Asia Tenggara, Indo-Pasifik membentang lebih luas lagi yang mencakup kawasan Oceania hingga negara-negara di pesisir Samudera Hindia. Dalam perspektif AS, perluasan konsentrasi geopolitik menjadi Indo-Pasifik merupakan strategi yang diambil dalam mempertahankan pengaruhnya di kawasan. Salah satu yang dicanangkan oleh Trump adalah inisiatif meningkatkan kerjasama quadrilateral antara AS dengan India, Australia dan Jepang.
Tinjauan dari Perspektif Pertahanan.
Ide untuk meningkatkan kerjasama empat negara merupakan langkah yang ditempuh AS dalam meredam perkembangan pengaruh China, utamanya pada bidang ekonomi dan militer. Indonesia, secara kebetulan, secara geografis terletak pada poros kepentingan antara New Delhi, Tokyo, dan Canberra yang dimotori oleh Washington ini. Suka tidak suka, quadrilateral cooperation ini mengundang implikasi bagi Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung, termasuk dalam aspek pertahanan. Paling tidak terdapat dua hot spots yang memiliki tingkat kerawanan tinggi yang menjadi fokus dari empat negara tersebut, yaitu Selat Malaka dan Laut China Selatan. Hal ini karena isu freedom of navigation menjadi salah satu isu sentral yang diusung oleh AS dan ketiga sekutunya tersebut. Kapal-kapal perang keempat negara tersebut akan lebih sering beroperasi di Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut China Selatan, dengan risiko terjadinya friksi dengan kapal-kapal perang China yang beroperasi di area yang sama. Hal ini tentunya akan dapat memengaruhi stabilitas keamanan kawasan yang kemudian dapat berimplikasi negatif terhadap kepentingan nasional.
Indonesia sebagai Poros Indo-Pasifik.
Indonesia yang berada pada poros Indo-Pasifik dapat mengambil posisi penyeimbang dalam konstelasi geopolitik terbaru ini. Kerja sama militer terhadap AS, India, Australia dan Jepang, termasuk China dapat terus ditingkatkan untuk meredakan ketegangan yang mungkin terjadi. Peran ASEAN sebagai penyeimbang juga dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kapasitas Indonesia sebagai salah satu pendiri dan pemimpin ASEAN. TNI secara aktif telah menyikapi dinamika geopolitik ini, dengan pencanangan visi Panglima TNI yang ingin menjadikan TNI yang memiliki kemampuan proyeksi regional serta mampu berkomitmen secara global. Penajaman diplomasi militer oleh TNI perlu dilakukan untuk menjabarkan visi Panglima TNI. Visi ini tentunya harus didukung oleh pihak terkait lainnya, utamanya dalam mendorong modernisasi alutsista TNI sebagai salah satu instrumen diplomasi militer agar dapat berbicara di panggung regional dan global dalam peran sebagai penyeimbang dan peredam dalam arsitektur geopolitik Indo-Pasifik.