IHSG All Time High dan Fat-Pitch Strategy
IHSG mencatat rekor tertingginya lagi hari Jumat ini, 19 November 2021, dengan berhasil menyentuh angka 6.720,26! Fenomenal! Rekor ini adalah rekor IHSG tertinggi saat penutupan yang sebelumnya tercatat di angka 6.689,29 pada tanggal 19 Februari 2018 yang lalu. Disebut fenomenal karena bahkan kurang dari dua tahun yang lalu, tepatnya Maret 2020, IHSG sempat drop sampai menyentuh level 4.000-an. Ini berarti mereka yang membeli saham pada saat IHSG crash tersebut dan dipegang sampai hari ini sudah untung 60%, hanya dalam waktu kurang dari dua tahun. Bursa saham Amerika Serikat Dow Jones pun sama: new all time high 36.327,95 pada 5 November ini.
Hal ini menunjukkan bahwa pasar saham sangat tahan terhadap yang namanya crash. 2008 turun, 2010 sudah all time high. Tahun 2020 yang lalu pun seolah mengulangi pengalaman sebelumnya. Dan sekali lagi terbukti bahwa bursa saham bisa recover dalam waktu yang relatif singkat. Kenyataan ini yang menjadikan investasi saham sebagai investasi yang teraman, asal tahu caranya.
Namun pasar bullish seperti sekarang ini menimbulkan problem tersendiri bagi para investor. Banyak yang bingung harus beli apa karena harga saham pada mahal. Saya pun pernah mengalami hal yang sama akhir tahun lalu. Akhir tahun pasar cenderung naik karena ada fenomena window dressing sehingga harga saham, utamanya yang tergolong dalam saham blue chip, sudah tidak murah lagi. Jika memaksakan untuk membeli saat pasar bullish seperti sekarang ini tentunya berisiko membeli di pucuk sehingga potensi penurunannya lebih tinggi. Apalagi jika tidak didasari oleh analisis fundamental yang mendalam.
Sebenarnya kunci bertindak saat pasar bullish ini adalah dengan tetap berpegang teguh dengan kaidah value investing: membeli saham perusahaan bagus di harga murah, dan menjual jika sudah mencapai harga wajarnya atau menjual bila ada perubahan fundamental perusahaan. Selama ketiga hal tersebut tidak terpenuhi maka yang harus dilakukan adalah diam saja. Ya, diam saja. Tidak melakukan aksi jual beli saham sampai ketemu dengan salah satu kriteria di atas. Ilmu value investing sebenarnya adalah seni menunggu, the art of waiting. Menunggu hingga ada harga saham yang diskon untuk dibeli. Dan menunggu sampai saham yang dimiliki mencapai target harga wajarnya untuk dijual. Selain itu para investor disarankan untuk tidur saja. Doing nothing.
Para value investor sejati mengerti yang namanya strategi fat-pitch. Istilah fat-pitch dikenal dalam olahraga baseball. Dalam baseball, seorang pemukul yang disebut batter, memiliki tiga kesempatan untuk memukul bola yang dilemparkan oleh pitcher lawan. Tiga kali kesempatan ini yang membuat seorang pemukul harus memukul walaupun sebenarnya dia merasa masih belum harus memukul. Istilahnya, bola yang dilemparkan masih belum “pas” namun dia harus memukul. Karena jika tidak maka pemukul akan dianggap strike dan mati.
Batter terbaik sepanjang masa bernama Ted Williams. Bintang baseball asal San Diego California ini memegang rekor 34,4% pukulan dan 521 kali home run. Rahasia sukses Williams adalah dia mampu menunggu lemparan yang benar-benar berada di posisi terbaik untuk dipukulnya.
Dunia investasi memiliki nuansa yang berbeda dari baseball. Seorang investor tidak dibatasi oleh tiga kali kesempatan “memukul.” Dalam arti lain kesempatan tersedianya saham bagus dan murah tidak hanya datang tiga kali. Apabila pada kesempatan ketiga saat harga saham murah investor terlambat untuk masuk, maka dia masih bisa menunggu kesempatan yang lain. Dan untungnya di pasar saham akan selalu ada kesempatan yang lain. Sehingga secara logika, seorang investor saham memiliki peluang sukses lebih dari 34,4%nya Ted Williams.
Itulah kenapa saat pasar bullish yang bercirikan harga saham rata-rata sudah mahal seorang investor disarankan untuk tidak gegabah dalam bertindak. Para manajer investasi seringkali melanggar prinsip fat-pitch ini karena mereka dituntut untuk “mengalahkan pasar.” Manajer investasi profesional bertindak selayaknya batter baseball yang merasa kesempatan yang ada terbatas, karena mereka memiliki target harus menghasilkan kinerja yang lebih bagus dari indeks. Hasilnya mereka terpaksa “memukul” dengan hasil yang didapat seringkali tidak memuaskan.
Investor ritel seharusnya memiliki lebih banyak kebebasan bertindak dibanding dengan para manajer investasi. Investor ritel tidak dituntut secara profesional untuk mengalahkan indeks. Yang harus dilakukan oleh investor ritel adalah tetap teguh pendirian dan memegang kaidah value investing. Kalau memang tidak ada yang bisa dibeli ya sudah. Diamkan saja. Tunggu kesempatan yang lain datang mendekat. Tunggu harga saham bagus diskon lagi.
Namun apakah ada harga saham bagus yang masih murah sekarang ini? Ternyata masih ada. Saham komoditas batubara dan CPO masih belum naik di tengah harga komoditas yang menyentuh rekor tertingginya. Contoh yang lain adalah saham Gudang Garam yang harga sahamnya masih diskon. Ini adalah contoh saja. Apabila rajin mencari saya yakin akan ditemukan mutiara-mutiara terpendam lainnya.
Saat ingin menjual pun seharusnya juga strict pada rencana awal. Apabila sebuah saham sudah dihitung harga wajarnya berapa hendaknya dijual pada harga wajarnya itu. Seringkali investor terburu-buru untuk menjual saham yang dimiliki yang sudah naik beberapa persen namun masih di bawah harga wajarnya. Kecuali terjadi perubahan fundamental perusahaan, saham yang sudah naik namun belum mencapai harga wajarnya sebaiknya di-hold saja. Ingat, sabar adalah koentji.
Seringkali konsistensi adalah pembeda mereka yang luar biasa dengan orang-orang yang biasa-biasa saja. Di pasar saham pun demikian.