Halal haram di kapal
Walaupun berlayar di kapal Perancis, namun saya tidak mengalami kesulitan dalam hal makanan. Kesulitan yang dimaksud bukanlah masalah selera, karena saya, alhamdulillah, telah dikaruniai selera yang luar biasa oleh Allah karena sanggung menghabiskan jenis makanan apa saja. Namun lebih kepada permasalahan halal-haram makanan.Masalah ini bagi sebagian orang mungkin tidak penting, namun bagi kami umat muslim sangat penting.
Di Dixmude ini, selalu ada makanan cadangan bagi kami yang muslim, bila kebetulan menu pada hari itu babi. Tinggal bilang ke petugasnya bahwa saya tidak makan babi, maka dia akan segera menyediakan jenis makanan yang lain, entah itu daging sapi, nugget, atau yang lainnya. Sungguh, hal ini sangat menyenangkan karena dengan begini kebutuhan kalori kami tetap terpenuhi.
Dahulu pernah punya pengalaman onboard dengan kapal layar Swedia, di mana pada saat itu kami mengalami kesulitan dalam pemenuhan makanan halal. Saat itu saya berlayara bersama tiga sahabat saya. Sama dengan di kapal Perancis, seringkali menu pada hari tertentu adalah babi, dan ketika itu, kami tidak ada pilihan lain. Solusinya adalah, kami makan sayur-sayuran dan menahan lapar sepanjang hari sambil berharap menu berikutnya bisa kami makan. Atau dengan menyimpan telur jatah sarapan untuk dimakan pada siang hari atau malam hari.
Di kapal Perancis ini, pernah ada pengalaman menarik masalah makanan halal-haram ini.Daftar menu mingguan ditempel di pintu masuk ruang makan, jadi seluruh pengunjung ruang makan bisa melihatnya pada saat mengantri. Model ruang makannya seperti di Hoka-Hoka Bento, di mana kita mengantri sambil membawa nampan untuk menunggu dilayani. Pada siang itu saya baca di daftar menu untuk menunya tidak ada babi. Seperti biasa, saya mengambil entrée, plat principal dan desert. Desertnya saat itu mengundang selera, pisang panas dilumuri saus gula. Setelah mengambil semuanya, saya duduk di ruang makan. Tak lama, datanglah seorang ABK kapal menghampiri saya. Dia bilang kalo di saos pisangnya ada campuran rhum. Ternyata dia disuruh oleh petugas restorasi untuk mengingatkan saya karena sebelumnya saya sempat bertanya apakah daging ini babi atau tidak. Segeralah saya mengganti desert yang telah saya ambil tersebut dengan salad-saladan. Sungguh, sebuah pengalaman yang menarik.
Dan pengalaman serupa terjadi kemarin malam. Pada saat mengantri saya baca di daftar menu, plat principal pada saat itu adalah beouf bourgignon.Dengan tak bertanya lagi saya langsung mengambil piring yang telah disediakan untuk saya, untuk kemudian mengambil roti. Pada saat itu ada dua jenis roti, di kiri adalah baguette yang telah dipotong-potong. Dan di sebelah kanan adalah roti biasa dengan tulisan di piringnya seperti berikut : du pain ou du vin rouge, yang artinya roti atau anggur merah. Memang disediakan anggur merah yang bisa diambil dengan gelas. Jadi, kita bisa memilih roti atau segelas anggur merah, begitu kira-kira yang saya mengerti. Saya pun duduk di meja makan, di sana ada Sebastien, teman dari Inggris yang sudah makan lebih dulu. Dia pun berkata kepada saya,
“Andro, roti itu ada anggur merahnya,” dia tahu kalau muslim tidak minum alkohol.
“Tidak, bukannya tulisannya du pain ou vin rouge ?” Sanggah saya tidak mau kalah.
“Bukan, tulisannya adalah du pain au vin rouge,” terang dia, yang berarti : roti dengan anggur merah.
Hhh, untung saja rotinya belum saya makan. Terima kasih Sebastien untuk telah mengingatkan saya. Ternyata orang-orang Eropa bisa juga mengingatkan kita untuk tidak makan makanan haram.
Setelah makan saya berinternet di ruang komputer. Tak lama kemudian datanglah teman saya dari Kuwait, Abdullah.
“Sudah makan ?” Tanya saya.
“Sudah, tapi saya tidak makan banyak, hanya pasta saja,” jawab dia.
“Lho, kenapa tidak makan dagingnya ? Itu kan daging sapi…” tanya saya kepadanya.
“Bukan, karena petugasnya belum-belum sudah bilang kalau daging itu bukan untuk saya, katanya,” lanjut dia. “Mungkin karena dia paham bahwa saya ini orang Arab.”
Nah lho, berarti daging yang telah saya makan tadi apa?