Berpacu dengan waktu, Paris I’m coming…!!!
Jakarta hari itu,
Adalah hari yang sangat melelahkan.
Adalah hari yang sangat mendebarkan.
Adalah hari yang sangat menyedihkan.
Adalah hari yang sangat mengkhawatirkan.
Namun,
Hari yang patut disyukuri juga.
Hujan turun rintik-rintik di Jalan Cut Meutia. Namun itu tak mengurungkan niat saya untuk segera meluncur ke Kedutaan Perancis yang hanya berjarak lima menit dengan berkendara sepeda motor. Segera saya nyalakan mesin motor dan meluncur dengen berjas hujan pinjaman.
10.15 waktu itu ketika saya tepat sampai di Kedutaan. Setelah melewati prosedur di sana – menitipkan tas, screening di metal detector dan meninggalkan KTP di penjagaan – duduklah saya menunggu Ibu Fitri, Staf Misi Pertahanan Kedutaan Perancis. Ternyata 10.15 masih terlalu awal baginya, yang menjadwalkan saya untuk menghadap pada pukul 11.00. Setelah kurang lebih 40 menit menunggu, tampak juga si Staf dan kami langsung menuju lantai 2, di mana Atase Pertahanan dan Asistennya berkantor.
Kedua orang tersebut menemui saya di ruang tamu kantor tersebut, semetara Ibu Fitri menyiapkan dokumen-dokumen yang saya perlukan. Sudah tiga kali saya berkunjung ke tempat ini dan situasinya masih sama, berantakan. Ya, berantakan karena masih dalam proses perpindahan kantor yang hendak dipindah entah ke mana. Dari kedua orang tersebut, Athan dan Asathan, saya menangkap bahwa mereka tidak mengetahui detail pasti bagaimana penjemputan saya di Paris. Bagus, artinya pengalaman seru segera dimulai.
Hampir setengah jam lamanya kami mengobrol dengan prosentase pembicaraan 95 – 5 % untuk mereka, di mana saya hanya bisa menanggapi dengan kata “Oui” sepanjang pembicaraan. Akhirnya Sang Staf yang ditunggu-tunggu datang juga dengan membawa seluruh dokumen saya. Paspor, tiket dan visa sudah di tangan, yang berarti saatnya mohon diri dan segera berpacu dengan waktu untuk mencapai bandara Soekarno-Hatta.
Setelah berpamitan ke mereka, saya tak segera menuju ke tempat parkiran motor. Jas hujan saya titipkan ke satpam Kedutaan dan saya dengan setengah berlari menuju ke Sarinah, di bawah rintik hujan tentunya. Mencari perlengkapan musim dingin adalah tema kunjungan saya hari itu. Setelah bertanya ke dua orang SPG, naiklah saya ke lantai 3 tempat dijualnya barang-barang perlengkapan antidingin. Sakti juga ya istri saya, karena adanya saya di Sarinah ini setelah diomelinya karena saya membawa perlengkapan dingin minimum sedangkan suhu di Paris sudah mencapai -6 derajat celcius.
Segera saya memilih kerpus, kaos kaki woll, dan tak lupa kompas sajadah untuk penunjuk arah sholat. Hal ini karena nantinya saya akan berlayar di kapal, di mana mayoritas penumpangnya adalah non-muslim, jadi sangat sulit untuk mengetahui arah kiblat yang sebenarnya. Setelah menerima nota dari penjual, saya segera berjalan ke arah kasir. ATM mandiri langsung saya keluarkan karena menyadari di dompet hanya ada pecahan 10.000, 20.000 dan beberapa uang logam. Tiba-tiba penjaga kasir bertanya, “Mas, maaf. Ada kartu lain ?”
“Kenapa, Mbak?” Heran saya.
“Ini kartunya sudah expired,” terang dia.
Sontak hal itu membuat saya panik. Segera saya lihat tulisan di kartu ATM saya itu : 1/12, yang berarti hari itu, 1 Februari 2012 adalah hari pertama di mana kartu tersebut tidak dapat digunakan.
Oh my god, padahal jam sudah menunjukkan pukul 12.00 yang berarti seharusnya saya sudah harus di rumah untuk berangkat ke bandara. Segera saya berlari mengejar waktu ke bank Mandiri terdekat yang berjarak hanya 100 meter dari Sarinah. Dengan segala usaha dari istri tercinta, akhirnya kartu ATM baru boleh diurus di sana. Karena sebenarnya prosedur pengurusan kartu baru harus di kantor cabang tempat kita menabung, atau boleh di cabang lain tetapi harus membawa buku tabungan. Akhirnya harus koordinasi dengan kantor cabang Mandiri Surabaya. Selain itu ada lagi masalah yang lain. Tanda tangan saya antara di KTP dan di formulir permohonan kartu tidak sama. Hehehe… maklum, soalnya yang di KTP itu baru-barunya membuat tanda tangan baru. Jadi istilahnya, bentuknya masih belum fix. Alhamdulillah akhirnya kartu baru bisa diterbitkan walaupun harus menunggu satu jam lamanya.
Setelah kartu ATM baru di tangan, segera saya menebus barang belanjaan saya dan secepat kilat kembali ke rumah. Pengecekan terakhir saya lakukan terhadap barang-barang yang hendak saya bawa ke Perancis agar tidak ada barang yang tertinggal. Dan memang “gawan bayi” kata ayah saya, ada dua barang yang tertinggal, sandal dan baterei Blackberry cadangan.
Berangkatlah saya ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sedih rasanya hati ini meninggalkan tanah air dan keluarga tercinta dalam waktu enam bulan ke depan. Namun, sebagai seorang tentara, tugas adalah tugas. Hanya bisa berdoa kepada Allah SWT agar keluarga yang saya tinggalkan dilindungi dan diberi keselamatan selalu., terutama anak semata wayang saya, Axelle.
Pesawat Etihad EY471 disambung dengan EY31 membawa tubuh ini ke Paris, sebuah kota mode yang banyak orang, termasuk istri saya ingin sekali pergi ke sana.
Sampai jumpa Indonesiaku, semoga kita dapat berjumpa lagi di bulan Juli.