Essay

Attack Effectively First: What Does It Mean for TNI AL

Berbeda dengan lima poin penting sebelumnya, poin keenam, attack effectively first, merupakan inti dari seluruh buku ini. Jika lima prinsip yang lain tidak berkaitan langsung dengan taktik, poin yang mendiskusikan tentang penyerangan ini tidak dapat dipisahkan dari taktik. Attack effectively first lebih dari sekedar prinsip ofensif dalam peperangan laut. Lebih dari itu, prinsip tersebut merupakan hal paling mendasar yang diperlukan untuk dapat memenangkan peperangan laut (p. 30). Singkatnya, pihak yang mengambil inisiatif pertama, baik itu yang menjalankan taktik defensif maupun ofensif, akan keluar sebagai pemenang.

Buku ini juga menjelaskan bahwa untuk dapat terlebih dahulu menyerang secara efektif, sebuah armada atau gugus tugas harus melakukan beberapa hal, di antaranya:

  1. Strategic detection: perkiraan keberadaan unsur musuh di wilayah sekitar di masa yang akan datang.
  2. Tactical detection: pendeteksian kontak musuh untuk bisa diserang.
  3. Tracking: upaya mengikuti kontak musuh secara presisi untuk bisa ditembak.
  4. Targeting: mengetahui detail disposisi unsur lawan untuk dapat menyerang dengan efektif.
  5. Attacking: penembakan, secara terkoordinasi dan terpusat.
  6. Damage assessment: evaluasi hasil penembakan. (p. 101)

Cornerstone keenam ini terdiri dari tiga kata kunci: attack atau penyerangan, effectiveatau efektif, dan first yang berarti pertama, atau dahulu.

Attack mengandung prinsip ofensif dalam perang laut. Peperangan laut tidak memiliki rintangan terrain seperti perang darat yang memiliki medan berupa gunung, hutan, lembah, dll. Di laut, medan perangnya berupa laut yang datar yang dapat dieksploitasi oleh siapa pun yang mampu memanfaatkannya. Oleh karena itu, dalam perang laut, pilihan satu-satunya adalah menyerang apabila ingin keluar sebagai pemenang. Pilihan postur bertahan dalam perang laut pada akhirnya merupakan upaya yang sangat berisiko yang dapat mengakibatkan kerugian personel dan material yang signifikan (p. 166).Effective mempersyaratkan sistem senjata yang akurat dan konsentrasi senjata/pemusatan daya gempur. Serangan efektif juga dapat diwujudkan dalam bentuk serangan terkoordinasi. Doktrin peperangan AKS yang membagi penugasan unsur SAU sebagai Brother dan Sister merupakan salah satu contoh serangan terkoordinasi dalam rangka menghindari interferensi. Buku Naval Tactics ini juga menciptakan rumus salvo rudal yang menekankan pentingnya pemusatan kekuatan (p. 264). Wayne Hughes menekankan pentingnya offensive power (aA atau bB), defensive power (b3b atau a3a), dan staying power (b1 atau a1). Relasi antara ketiga variabel tersebut dapat digunakan untuk mengestimasi jumlah kapal yang out of action (delta B atau delta A).

Ilustrasi 1. Rumus salvo rudal.

Rumus salvo ini menunjukkan bahwa siapa yang memiliki fire power yang superior akan keluar sebagai jawara sepanjang didukung oleh sistem pertahanan dan daya tahan kapal dari serangan rudal musuh. Prasyarat untuk mendapatkan penembakan yang efektif adalah kodal yang bagus.

Kata kunci ketiga, First, mengandung unsur pendadakan. Dalam perang laut, apabila ingin unggul dari lawan, harus mampu mengambil inisiatif untuk menyerang lawan terlebih dahulu. Karena bila salah satu pihak diserang terlebih dahulu, maka akan menyulitkannya untuk melakukan serangan balik. Serangan pendadakan yang efektif juga akan mengurangi efektivitas sistem senjata lawan. Untuk dapat menyerang terlebih dahulu membutuhkan kemampuan scouting yang mumpuni.

Studi kasus prinsip keenam ini dapat ditemukan di hampir seluruh bab. Mulai dari pertempuran Sungai Nil antara armada Inggris yang dipimpin oleh Admiral Horatio Nelson melawan armada Perancis yang sedang lego jangkar di Teluk Aboukir, beberapa pertempuran selama Perang Dunia, hingga Operasi Desert Storm, semuanya menunjukkan taktik pertempuran yang mengedepankan prinsip menyerang terlebih dahulu secara efektif, atau attack effectively first.

Dalam diskusi ini, tulisan ini akan membahas dua studi kasus dari dua zaman yang berbeda. Pertama adalah pertempuran Sungai Nil yang mewakili generasi fighting sail atau kapal perang layar. Studi kasus kedua adalah the Battle of Midway pada Perang Dunia II yang menandakan datangnya era baru superioritas pesawat tempur yang diluncurkan dari kapal induk.

Pertempuran Sungai Nil.

Pertempuran Sungai Nil pada tahun 1798 merupakan pertempuran laut antara armada Inggris di bawah pimpinan Admiral Horatio Nelson melawan Armada Perancis pimpinan Vice Admiral Francois Paul Brueys d’Aiguilliers. Dalam pertempuran itu, armada Inggris yang terdiri dari 14 kapal layar mampu menghancurkan 13 kapal layar Perancis yang sedang melaksanakan lego jangkar di Teluk Aboukir. Posisi kapal-kapal Inggris yang berada di atas angin mampu dimanfaatkan Nelson untuk bermanuver mengepung kapal Perancis yang sedang terikat oleh sauh. Nelson memanfaatkan momentum berhembusnya angin dari utara untuk bermanuver meskipun saat itu sudah menjelang malam. Saat itu, Nelson melaksanakan pemusatan tembakan dengan menyerang satu kapal Perancis dengan dua kapal Inggris dari dua sisi lambung kapal, kanan dan kiri. Kepiawaian manuver para komandan kapal Inggris yang mampu menembus celah sempit di antara kapal-kapal Perancis yang lego jangkar memungkinkan rencana Nelson ini dapat dilaksanakan. Ditembaki dari dua arah ditambah posisinya yang tidak bisa bermanuver menjadikan kapal-kapal Perancis sasaran empuk untuk pada akhirnya memaksa mengibarkan bendera putih.

Pertempuran Midway.

Pertempuran Midway pada tahun 1942 merupakan titik balik dari Perang Pasifik. Sejak saat itu, Jepang kehilangan momentum untuk dapat merengsek maju ke timur, dan dipaksa untuk mundur teratur. Pada pertempuran Midway, Armada Jepang yang dipimpin oleh Admiral Yamamoto terdiri dari empat kapal induk membawa 272 pesawat. Armada AS pada situasi inferior dengan hanya terdiri dari 3 kapal induk dan 233 pesawat. Berkat kepiawaian unit intelijen US Navy dalam membongkar persandian Jepang, Admiral Nimitz berhasil mengetahui secara presisi disposisi unsur Jepang, termasuk waktu dan perkiraan posisi. Admiral Nimitz mengambil postur defensif dengan mempersenjatai Sebagian besar dari pesawatnya dengan meriam anti-pesawat untuk bertindak sebagai CAP dengan sasaran pesawat-pesawat Jepang. Jepang yang mengambil postur ofensif dengan target menenggelamkan kapal induk AS pada akhirnya harus menerima kekalahan. Pilihan taktis Nimitz dengan memusatkan kekuatannya untuk menghancurkan pesawat-pesawat Jepang terlebih dahulu sebelum menenggelamkan kapal-kapal induk pada akhirnya mengantarkannya sebagai pemenang pada pertempuran ini.

Diskusi studi kasus Pertempuran Sungai Nil dan Pertempuran Midway.

Kedua pertempuran tersebut menunjukkan bahwa pihak yang pertama berhasil melancarkan serangan secara efektif akan keluar sebagai pemenang.

Penyerangan yang efektif adalah yang mampu untuk memusatkan pukulan secara masif dan terkordinasi. Pada pertempuran Sungai Nil, konsentrasi tembakan didapat oleh armada Nelson setelah mampu memosisikan kapal-kapalnya mengapit kapal-kapal Perancis dari dua sisi lambung kapal. Hal itu dapat dicapai berkat kesatuan komando dari Admiral Horatio Nelson. Pada pertempuran Midway, pesawat-pesawat AS yang bertindak sebagai CAP mampu merontokkan bomber-bomber Jepang yang tidak siap diserang oleh sedemikian banyaknya pesawat AS.

Prinsip attack effectively first tidak berarti harus menganut taktik ofensif. Penggunaan taktik defensif pun bisa tetap melaksanakan serangan pendadakan, meskipun penggunaan taktik defensif di laut terbatas karena tidak ada medan yang bisa dijadikan perlindungan. Contohnya adalah pertempuran Midway. Saat itu AL AS mempersenjatai 65% dari pesawatnya dengan senjata anti-pesawat untuk bertindak sebagai CAP, dari sebelumnya yang hanya 25%. Sedangkan armada Jepang saat itu memfungsikan mayoritas dari pesawatnya sebagai bomber dengan target utama menenggelamkan kapal induk-kapal induk AS. Dalam peperangan kapal induk, penggunaan taktik ofensif atau defensif merupakan pilihan. Menyadari pihaknya kalah jumlah pesawat dari Jepang (233 dibanding 272), Admiral Nimitz memutuskan untuk fokus pada upaya melindungi kapal induk AS dari serangan pesawat-pesawat Jepang. Berkat keberhasilan penyadapan berita Jepang, armada Nimitz berhasil menenggelamkan seluruh (empat) kapal induk dan merontokkan seluruh (272) pesawat Jepang dengan hanya kehilangan 1 dari 3 kapal induknya serta 46% pesawatnya.

Untuk dapat mengambil inisiasi penyerangan secara efektif, dibutuhkan superioritas scouting dan kodal yang baik. Tujuan dari scouting adalah untuk menempatkan musuh dalam jarak jangkauan senjata dan mengarahkannya secara efektif. Scouting merupakan upaya-upaya pengintaian (reconnaissance), pengawasan (surveillance), pendeteksian (detection), serta pengumpulan intelijen (p. 184). Keberhasilan Nelson pada Pertempuran Sungai Nil menunjukkan info akurat yang didapat oleh armada Inggris mengenai disposisi kapal-kapal Perancis yang sedang melaksanakan lego jangkar, serta pengetahuan situasi cuaca di medan pertempuran. Unsur pendadakan juga didapat Nelson yang dengan berani memaksakan untuk melaksanakan pertempuran pada malam hari yang pada zaman itu jarang dilakukan. Hal ini mengejutkan Admiral Brueys di pihak Perancis. Pada Pertempuran Midway, keberhasilan unit intelijen US Navy dalam membongkar berita rahasia Jepang memungkinkan Nimitz mendapatkan posisi dan disposisi Armada Jepang secara akurat untuk melaksanakan serangan pendadakan.

Skenario Pertempuran Rudal di Laut Natuna

Selanjutnya, tulisan ini akan mencoba mengaplikasikan perhitungan Hughes’ Salvo yang merupakan inti dari buku ini ke dalam skenario imajiner perang laut di masa depan. Dalam hal ini izinkan tim penulis membayangkan pertempuran Laut Natuna antara armada Indonesia melawan China. Pertempuran laut ini mewakili perang laut modern pada era rudal jelajah. Battle of order PLA Navy diambil dari skenario Olah Yudha yang dilaksanakan oleh siswa-siswa Sesko Australia tahun 2023. Saat itu, pasukan amfibi China diskenariokan berhasil menduduki Pulau Bunguran Natuna setelah sebelumnya berhasil menghancurkan armada laut Indonesia.

Ilustrasi 2. Skenario Joint Operation Planning pada pendidikan Australian Command and Staff Course 2023.

KekuatanChina dalam skenario tersebut terdiri dari 1 (satu) amphibious task group dan 3 pasang SAG yang berasal dari Southern Fleet Command. ATG China terdiri dari 1 x LHD Yushen, 1 x LSD Yuzhao, 2 x DDG Luyang II, 3 x FFG Jiangkai II, 1 AOR Fuyu, dan 1 x CG Renhai. Tiga pasang SAG China terdiri dari 3 x Luyang III DDG dan 3 x FFG Jiangkai II.

Sedangkan Indonesia, untuk konsumsi perhitungan ini, mengerahkan semua KRI-nya yang memiliki rudal (22 KRI) untuk menghadang konvoi China tersebut. Seluruh KRI diasumsikan dalam keadaan siap sewaco, baik rudal permukaan ke permukaan maupun sistem pertahanan anti-rudalnya.

Persenjataan kapal-kapal yang dilibatkan dalam skenario diambil dari Jane’s Fighting Ship 2024. Sedangkan staying power ditentukan berdasarkan Bujuktis Kalpur TNI AL (Skep Kasal Nomor Skep/1/I/2007), yaitu: 1 rudal untuk kapal berukuran 0 – 500 ton, 2 rudal untuk kapal berukuran 500 – 2000 ton, 3 rudal untuk kapal dengan bobot antara 2000 – 5000 ton, dan 4 rudal untuk kapal besar berukuran lebih dari 5000 ton. Dari perhitungan menggunakan rumus Hughes’ Salvo, pertempuran laut antara konvoi China yang hendak menginvasi Natuna yang dihadang oleh seluruh kapal rudal Indonesia merupakan pertempuran yang tidak seimbang. Dengan kualitas pertahanan anti-rudal yang dimiliki oleh KRI, armada China akan mampu menenggelamkan hingga tujuh kali lipat kekuatan TNI AL. Hasil simulasi sebanyak 1000 kali dengan add-in Microsoft Excel SipMath juga menunjukkan bahwa Armada TNI AL tidak mampu menenggelamkan kapal amfibi China satu pun dengan tingkat keyakinan 100%, dan tidak ada satu pun KRI yang tidak tenggelam atau tidak rusak berat dengan tingkat keyakinan 68%. TNI AL hanya memiliki peluang sebesar 32% untuk survived tidak lebih dari 2 KRI.

Ilustrasi 3. Hasil perhitungan Hughes’ Salvo.
Ilustrasi 4. Hasil simulasi 1000 kali menggunakan SipMath.

Analisis.

Pertempuran laut imajiner di atas menegaskan pentingnya daya gempur dalam pertempuran laut, yang pada zaman sekarang merupakan representasi dari rudal jelajah. Jumlah kapal yang lebih banyak tidak menjamin kemenangan. Daya gempur yang didapat dari rudal-rudal jelajah serta sistem pertahanan anti-rudal modern merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan superioritas dalam peperangan laut modern. Tidak hanya banyaknya rudal saja yang akan mengantarkan kepada kemenangan. Firepower tersebut haruslah ditembakkan secara efektif, baik secara terkoordinasi maupun terpusat untuk mendapatkan daya pukul yang optimal. Hal ini membutuhkan sistem kodal yang mutakhir.

Meskipun demikian, memiliki Angkatan laut yang lebih inferior bukanlah berarti akhir dari segalanya. Tidak menutup kemungkinan angkatan laut yang lebih lemah tetap diharuskan bertempur untuk mendukung kebijakan politik negara (p. 297). Buku Fleet Tactics menawarkan solusi bagi angkatan laut yang relatif inferior untuk bisa memenangkan pertempuran. Syaratnya adalah memiliki keunggulan dalam scouting dan taktik. Pertempuran Midway menunjukkan pihak AS yang saat itu dalam posisi relatif lebih lemah dari armada Yamamoto mampu meraih kemenangan berkat keberhasilan unit intelijennya dalam membongkar sandi rahasia armada Jepang. Unsur yang lemah dapat juga menggunakan taktik “gerilya” dalam pertempuran laut. Gerilya dalam pertempuran laut salah satunya melalui upaya desepsi. Angkatan Laut Jerman pernah melakukannya saat menggunakan U-Boatnya yang kecil dalam memutus jalur komunikasi Inggris di Samudera Atlantik (p. 297). Pada akhirnya, upaya scouting yang hebat dan desepsi merupakan modal bagi kekuatan laut yang lebih lemah untuk melaksanakan penyerangan pendadakan dan melemahkan kemampuan lawan untuk melaksanakan counterattack (p. 297).

Mencermati kemampuan sumber daya nasional dan kondisi geografis perairan Indonesia, taktik peperangan “gerilya” yang dapat digunakan oleh TNI AL adalah memanfaatkan kondisi perairan litoral yang kompleks. Perairan litoral merupakan perairan dangkal tempat terdapatnya pulau-pulau kecil, kilang minyak, lalu lintas pesawat sipil, pelayaran sipil, kapal-kapal nelayan, macam-macam transmisi elektronik yang dapat membingungkan penilaian situasi taktis, ditambah dengan keberadaan landasan pacu, situs peluncuran rudal, sistem deteksi darat, serta populasi yang padat pada sisi darat yang semakin membuat peperangan litoral semakin kompleks (p. 4 – 5). Unsur-unsur kecil TNI AL yang cukup ditenggelamkan oleh satu rudal musuh harus mahir bersembunyi dengan memanfaatkan perairan litoral untuk menghindari pendeteksian musuh dan melaksanakan serangan dengan taktik hit and run (p. 297). Untuk mendapatkan jumlah pukulan yang memadai, Indonesia dapat menggunakan pendekatan anti-access/area denial (A2/AD)dengan cara membangun puluhan KCR baru untuk meningkatkan daya gempur dan memasang baterai pertahanan pantai di pulau-pulau.

Kesimpulan

Prinsip attack effectively first merupakan hal yang mutlak dalam peperangan laut dan yang paling berkaitan dengan taktik. Prinsip ini lebih dari sekedar taktik ofensif atau defensif, melainkan sebuah pendekatan strategis yang membutuhkan serangkaian langkah-langkah penting seperti deteksi strategis dan taktis, pelacakan, penargetan, penyerangan, dan penilaian kerusakan.

Prinsip ini menekankan pentingnya mengambil inisiatif pertama dalam peperangan, baik itu dalam postur defensif maupun ofensif. Dalam konteks peperangan laut, medan yang datar dan luas memberikan peluang bagi siapa pun yang mampu memanfaatkannya untuk menyerang terlebih dahulu. Efektivitas serangan ditentukan oleh akurasi sistem senjata dan konsentrasi daya gempur. Ini dapat dicapai melalui serangan terkoordinasi dan pemusatan kekuatan. Rumus salvo rudal yang dibahas dalam buku ini menunjukkan bahwa pihak dengan daya tembak yang superior akan keluar sebagai pemenang selama didukung oleh sistem pertahanan dan daya tahan kapal dari serangan rudal musuh.

Note: tulisan ini dibuat dalam rangka bedah buku Satkor Koarmada I pada bulan Juni 2024. Diskusi yang dipimpin oleh Dansatkor Koarmada I Kolonel Laut (P) Ludfy ini mengupas enam cornerstone yang dibahas dalam buku Naval Tactics and Naval Operations, 3rd Edition.

Share :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *