Aroma Cuan > 100% dari Liga Inggris dan Piala Dunia
Bursa transfer musim panas tim-tim liga Inggris kali ini diramaikan dengan mendaratnya Erling Haaland ke Manchester City dan Darwin Nunez ke Liverpool. Aroma persaingan ketat kedua tim teratas Liga Inggris musim lalu tampaknya bakal berlanjut di musim depan. Di samping itu, saga Sang mega bintang Cristiano Ronaldo dan juga Frankie De Jong yang dikaitkan dengan Manchester United benar-benar menyita perhatian publik bola Indonesia.
Ramainya gelaran English Premier League, Liga Champions musim depan, dan juga gelaran Piala Dunia Qatar yang bakal diadakan di bulan Desember ini boleh jadi menjadi ladang emasnya salah satu emiten media Indonesia, yaitu Surya Citra Media, atau SCMA, yang memiliki hak siar EPL musim ini dan Piala Dunia 2022.
Saham PT Surya Citra Media ini kinerjanya gak bagus-bagus amat di sepanjang kuartal kedua yang lalu. Apalagi, dalam Laporan keuangan kuartal I, perusahaan mengalami penurunan laba bersih dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Apabila kita teliti lebih dalam lagi, arus kas operasionalnya tercatat minus 325 miliar rupiah, yang artinya perusahaan tidak menghasilkan uang dari kegiatan operasionalnya, alias laba bersihnya semu belaka. Performa jelek ini disebabkan oleh segmen bisnis digital yang masih merugi. Segmen digital hanya mampu meraup pendapatan 268 miliar, namun mencatatkan rugi operasional 128 miliar karena beban-beban yang tinggi.
Di sini menariknya SCMA. Justru saat sebuah perusahaan yang secara historis berkinerja bagus sedang mengalami penurunan, mungkin di sini terdapat peluang tersembunyi yang bisa kita manfaatkan.
Untuk itu saya akan membahas secara singkat business model Surya Citra Media, lalu menelisik performa historisnya sebelum kita membahas peluang yang mungkin didapat dari perusahaan ini.
Business Model
Segmen usaha SCMA secara umum dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu media platform, digital platform, dan pembuatan konten. Di tahun 2021, masing-masing segmen berkontribusi 64%, 25%, dan 11% terhadap revenue perusahaan.
Secara umum, supply chain perusahaan media adalah seperti ini:
Konten-konten diproduksi oleh rumah produksi kemudian ditayangkan di berbagai platorm media yang dimiliki, termasuk media digital. Dalam hal ini SCMA memiliki stasiun TV SCTV dan Indosiar, NEX parabola, Vidio pada platform streaming online, KLY yang membidangi media online dengan kapanlagi.com-nya, serta EYE yang merupakan bisnis iklan outdoor.
Konten yang ditayangkan di platform-platform SCMA mayoritas diproduksi oleh rumah produksi sendiri seperti Sinemart, Screenplay Films, dan bahkan RANS Entertainment. Kalau anda pernah dengar drama My Love My Enemy, Cinta Setelah Cinta, itu adalah produksi Sinemart. Tayangan-tayangan popular di Vidio seperti My Nerd Girl, Cool Boy vs Cool Girl, merupakan produksi dari Screenplay Films. Di luar itu, tentunya ada konten-konten yang dibeli dari luar, seperti hak siar pertandingan sepak bola.
Selanjutnya, media-media digital mendapatkan pendapatan dari subscription. Sedangkan stasiun TV memperoleh penghasilannya dari iklan. Untuk lebih memahami seluk beluk perhitungan tarif iklan anda dapat menonton ulang video saya yang ini.
SCTV dan Indosiar belum tergoyahkan sebagai stasiun TV nomor 2 dan 3 di Indonesia. Berdasarkan data audience share bulan Mei – Juni 2022, Indosiar menempel ketat RCTI, dan bahkan bersama SCTV mengungguli RCTI pada acara-acara non-prime time.
Fakta ini menunjukkan peluang pendapatan iklan yang masih tetap tinggi, sesuai dengan audience share yang didapat. Just to know, tarif iklan untuk acara-acara prime time adalah 100 juta per 30 detik, sedangkan untuk acara non-prime time 30 detik iklan dihargai sekitar 40 juta.
Kinerja Historis SCMA
Secara historis, SCMA adalah perusahaan yang bagus dan stabil. Hal ini dapat dilihat dari ROE perusahaan selama 10 tahun terakhir rata-rata mencapai 37%, dengan tidak pernah di bawah 20%.
Revenuenya stabil tumbuh selama 10 tahun dengan CAGR 10%.
Ekuitas pun bertumbuh CAGR 10% per tahun. Ini menunjukkan jika anda berinvestasi di perusahaan ini, maka kekayaan anda akan bertambah paling tidak 10% setahun, belum lagi ditambah dengan dividen yang secara rutin dibagikan perusahaan, dengan dividen yield kurang lebih 1-2%. Jadi, uang anda akan bertumbuh minimal 11% setahun.
Apabila kita lihat struktur permodalan SCMA, maka aset perusahaan yang senilai 9,9 triliun terdiri dari:
Working capital 60%, fixed assets 29% dan lain-lain 11%.
Aset sebesar itu diperoleh dari hanya 36% hutang, sisanya sebesar 64% adalah modal. Hutang berbunganya sendiri termasuk kecil, hanya 9% dari total assets. Dengan kata lain, DER SCMA hanyalah 55%, sedangkan hutang berbunganya mencerminkan leverage hanya 14% saja.
Oh ya, di tahun 2020 perusahaan memutuskan untuk melakukan buyback saham hingga 14% dengan dana yang diperoleh dari pinjaman bank. Mungkin ini yang perlu kita jadikan catatan bersama. Uang yang didapat dari hutang bukan malah digunakan untuk ekspansi bisnis, namun justru untuk buyback.
Mutiara terpendam?
Seperti yang telah saya sampaikan di depan, peluang peningkatan laba bersih SCMA ini bisa didapat dari konten-konten yang diproduksi atau yang disiarkannya.
Saya masih cukup yakin dengan kemampuan Sinemart, Screenplay Films hingga RANS Entertainment dalam memproduksi konten-konten yang populer di masyarakat. Sinetron yang laku ditonton orang tentunya akan meningkatkan rating yang berimbas ke naiknya pendapatan iklan yang didapat oleh SCTV dan Indosiar.
Peluang kedua adalah keberhasilan SCMA mendapatkan hak siar pertandingan sepak bola liga Inggris, liga Champions, hingga Piala Dunia 2022. Di awal, memang perusahaan mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membeli hak siar tersebut. Harga hak siar Liga Inggris mencapai kurang lebih 500 miliar rupiah, sedangkan biaya pembelian hak siar Piala Dunia mencapai sekitar 1 triliun rupiah. Hal dapat kita lihat pada Laporan arus kas operasional perusahaan bulan Maret 2022 yang mencatatkan pengeluaran sebesar 1,6 triliun rupiah untuk Pembayaran kepada pemasok dan karyawan. Biaya yang dikeluarkan ini tentunya bersifat sekali saja. Berikutnya tinggal menunggu pendapatan yang bisa didapat dari tayangan-tayangan bola ini, baik dari iklan TV maupun dari peningkatan subscriber Vidio dan NEX parabola.
Peluang ketiga tentunya adalah keseriusan manajemen SCMA dalam mengembangkan potensi revenue dari ranah digital. Vidio adalah platform andalannya. Dengan pilihan konten terbanyak, Vidio diklaim sebagai platform OTT nomor 1 di Asia Tenggara dan di Indonesia dengan jumlah waktu streaming dan pengguna aktif terbanyak di Indonesia. Peluang pertumbuhan Vidio ini nyatanya menarik minat beberapa investor untuk menggelontorkan dana sebesar 195 juta dolar untuk ekspansi Vidio ini.
Dalam beberapa tahun ke depan, manajemen dapat berharap mendapatkan peningkatan revenue dari segmen digital ini yang sebelumnya hanya berkontribusi sebesar 25% revenue saja. Hal ini tentunya sejalan dengan semakin meredupnya penggunaan TV konvensional di masyarakat, yang akan berimbas ke penurunan pendapatan iklan TV.
Kesimpulan
Surya Citra Media merupakan perusahaan yang sangat bagus dan stabil yang didukung oleh struktur permodalan yang cukup kuat. Dengan DER dan leverage yang kecil, kondisi keuangan SCM sangat aman. Karakter bisnis yang tidak high capex memungkinkan perusahaan mendapatkan ROE yang stabil di atas 25%. ROE yang tinggi ini menawarkan pertumbuhan modal para investor sebesar 11% per tahun.
Harga sahamnya yang sempat turun akibat penurunan laba bersih dan arus kas operasional yang minus bisa jadi merupakan peluang yang bisa mendatangkan keuntungan yang lumayan buat para investor saham. Biaya besar yang dikeluarkan untuk akusisi hak siar pertandingan sepak bola akan mulai mendapatkan hasilnya saat kompetisi mulai bergulir nanti.
Hak siar Liga Inggris, Liga Champions, serta Piala Dunia saya yakin akan meningkatkan pendapatan iklan TV serta meningkatkan jumlah subscriber Vidio dan NEX Parabola. Peluang ini berpotensi membalikkan performa segmen digital dari yang sebelumnya rugi menjadi untung.
Menurut saya, di awal tahun 2023 nanti, setelah selesainya gelaran Piala Dunia Qatar, kinerja SCMA yang sesungguhnya baru akan terlihat. Saat itu, harga saham SCMA tidak akan sulit untuk menyentuh angka 450 per lembarnya, atau bahkan lebih. Saat tulisan ini dibuat, SCMA dijual di harga 220-an. Di harga tersebut, saya rasa SCMA masih cukup menarik untuk dikoleksi.
Terakhir, sedikit disclaimer dari saya, saya memegang saham SCMA ini sehingga apa yang saya bahas ini bisa jadi bias. Selanjutnya, apa-apa yang saya kemukakan di sini bukanlah ajakan untuk membeli atau menjual saham, ya. Segala keputusan investasi, dengan segala risikonya berada di tangan anda sendiri.
Selamat berinvestasi.